Kisah Wanita 18 Tahun Terjun ke Dunia Prostitusi di Depok, Sehari Bisa Layani 5 Pria Hidung Belang
Praktik prostitusi dilakukan sejumlah wanita dengan menyewa kamar kontrakan berukuran 4 x 4 meter di kawasan Grogol, Limo, Kota Depok, Jawa Barat.
Editor: Adi Suhendi
Satu pelanggan berlalu, Leida kembali melirik ponselnya.
Kini, ia siap kembali menebar umpan untuk calon pelanggan berikutnya.
Tak butuh waktu lama, Leida mendapat pelanggan baru.
Ia langsung mengambil handuk dan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum memberi servis.
Profesi Sampingan
Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan tidak ada hal baru yang mendorong seseorang terjun dalam dunia prostitusi.
“Dulu memang ekonomi lebih dominan ya. Nah, berdasarkan penelitian di Eropa 10 tahun lalu, di zaman digital ini siapapun bisa menjadi pelaku prostitusi,” tutur Devie kepada TribunJakarta.com.
Bedanya, kata Devie, dulu pekerja seks komersial full time menjalani profesinya. Saat ini di Eropa, menjadi pekerja seks hanya sampingan.
“Nah, orang itu bisa mandiri artinya ketika mereka ada kebutuhan uang mereka bisa mencari kebutuhan tambahan, jadi part time,” ungkap dia.
Menurut Devie, fenomena ini bisa terjadi juga terjadi Indonesia.
Apalagi, bisnis prostitusi saat ini peluangnya semakin mudah dengan adanya teknologi.
“Di Eropa dan di sini sama ya. Media sosialnya sama, internetnya sama. Jadi tidak menutup kemungkinan (bisnis prostitusi bertahan, red),” terang dia.
Tak hanya prostitusi, perdagangan narkotika menjadikan teknologi sebagai pasarnya. Orang dengan mudah terhubung dengan pasar ini lewat teknologi tanpa diketahui identitasnya.
“Anonimitas. Teknologi memberikan fasilitas untuk mengaburkan identitas. Sehingga, pelaku prostitusi terbebas dari stigma negatif di masyarakat," kata Devie.
Masa lalu, dunia prostitusi menjadi momok masyarakat karena proses transaksikan offline. Masyarakat mudah mengenali pelakunya.
Akses internet telah memotong jalur ‘perdagangan’ orang langsung dari pelaku sendiri, ke target konsumen, tanpa perantara.
Kini, siapapun dapat memilih mempraktikkan bisnis bawah tanah ini secara mandiri, tanpa bantuan perantara.
Hal ini yang dalam konteks orang-orang Eropa, mendorong munculnya pelaku menjadikan prostitusi sebagai kerja sampingan atau paruh waktu.
"Mereka tidak menjadikan prostitusi sebagai profesi utama, tetapi, hanya sekedar tambahan pendapatan, bila dibutuhkan,” ucap Devie.
(TribunJakarta/Nawi/Putra)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Kisah Wanita Layani 4-5 Pria Sehari, Punya Waktu Satu Jam Servis Tamu Sebelum Pintu Diketuk PSK Lain