Giliran Gerakan Pemuda Islam Laporkan Presiden Jokowi dan Gubernur NTT ke Bareskrim Polri
(GPI) melaporkan presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan ke
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Pemuda Islam (GPI) melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan ke Bareskrim Polri.
Diketahui, kegiatan yang dimaksud merupakan dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kunjungan kerja di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kami di Bareskrim Polri ingin melaporkan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan 2 pejabat negara yaitu presiden RI dan yang kedua gubernur NTT. Hari ini kita datang untuk melaporkan hal tersebut," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM GPI Fery Dermawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/2/2021).
Fery mengungkapkan pihaknya membawa alat bukti berupa video, screenshot hingga berita di media mainstream.
Di dalam video itu, terlihat presiden Jokowi melanggar protokol kesehatan.
"Video yang menunjukkan pelanggaran protokol kesehatan tadi. Jadi terjadi kerumunan dan di kerumunan itu kita lihat bahwa Presiden membagikan souvenir. Itu terlihat jelas sekali," ungkap dia.
Dijelaskan dia, kerumunan tersebut diduga telah terjadi sebelum Presiden Jokowi mendatangi lokasi.
Baca juga: Pelapor Kecewa Bareskrim Tolak Terbitkan Laporan Polisi Terkait Kasus Kerumunan Presiden di NTT
Dia mempersoalkan langkah preventif pengamanan presiden yang tidak membubarkan kerumunan tersebut.
"Kerumunan itu kalau kita lihat di video sudah ada sebelum Presiden datang ke lokasi. Jadi sebenernya itu bisa dibubarkan. Tapi terkesan dibiarkan," jelas dia.
Lebih lanjut, Fery mengharapkan laporannya itu bisa diterima oleh Bareskrim Polri.
Meskipun sebelum ini, ada organisasi masyarakat yang ditolak saat melaporkan Presiden Jokowi ke Bareskrim atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan.
"Semoga kita berharap masih ada keadilan di Republik Indonesia. Karena kita tetap berpegang kepada azas equality before the law. Jadi setiap warga negara sama statusnya di hadapan hukum dan kita datang untuk menagih janji Kapolri bahwa hukum tidak boleh tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," tukas dia.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menolak laporan polisi (LP) dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kunjungan kerja di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Laporan polisi tersebut didaftarkan oleh Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan.
Namun usai mencoba bernegosiasi lebih dari 4 jam, Polri memutuskan tidak menerbitkan nomor laporan polisi terkait kasus tersebut.
"Kami sangat kecewa kepada pihak kepolisian yang tidak mau menerbitkan laporan polisi atas laporan kami terhadap terduga pelaku tindak pidana Pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan yakni sang Presiden," kata Kurnia saat dikonfirmasi, Kamis (25/2/2021).
Ia menerangkan laporannya hanya diterima di bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD) Bareskrim Polri. Sebaliknya, tidak ada laporan polisi yang terbitkan oleh korps Bhayangkara.
"Tidak bisa bikin LP, hanya menerima laporan kami di bagian TAUD dan diberi stempel," jelas dia.
Kurnia mengungkapkan Polri juga mengaku menolak seandainya dianggap telah menolak pelapornya tersebut. Padahal, dia mengaku tak mengetahui alasan Polri tak menerbitkan nomor laporan polisi terkait kasus tersebut.
"Mereka menolak kalau dibilang Bareskrim menolak. Dengan tidak diterbitkannya Laporan Polisi atas laporan kami, kami mempertanyakan asas persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law) apakah masih ada di Republik ini," tukasnya.