Sahroni Pertanyakan Dasar Kebijakan Pelarangan Sepeda Non-Roadbike Melintas JLNT
Lebih lanjut, Sahroni menyebut bahwa sebaiknya, aturan bagi pesepeda ini ditentukan berdasarkan tolak ukur yang jelas.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru-baru ini, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengeluarkan aturan yang tidak mengizinkan sepeda non-roadbike untuk melintasi Jalan Layang Non Tol (JLNT) di jalur Kampung Melayu-Tanah Abang.
Alasannya, sepeda non-road bike memiliki kecepatan yang rendah, hingga rawan kecelakaan. Kebijakan ini kemudian menuai protes dari masyarakat karena dinilai diskriminatif.
Terkait hal ini, anggota DPR RI asal DKI Jakarta yang juga pembina komunitas sepeda ASC Cycling, Ahmad Sahroni angkat bicara.
Menurut Sahroni, kebijakan ini memang patut dievaluasi ulang, karena dapat memberikan kesan diskriminatif kepada pengguna sepeda non roadbike lainnya.
Baca juga: Polda Metro dan Pemprov DKI Izinkan Road Bike Melintas di Luar Jalur Sepeda pada Jam Tertentu
“Kebijakan pelarangan ini menurut saya tidak ada urgensinya dan cenderung diskriminatif pada pesepeda non-roadbike. Padahal kalau memang ukurannya kecepatan, ya sepeda roadbike juga bisa lambat, dan sepeda non-roadbike juga bisa cepat,” kata Sahroni dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).
Lebih lanjut, Sahroni menyebut bahwa sebaiknya, aturan bagi pesepeda ini ditentukan berdasarkan tolak ukur yang jelas.
Misalnya, dengan adanya ukuran maksimal kecepatan, atau pelarangan kegiatan, bukan tergantung jenis sepeda.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Akan Permanenkan Lintasan Road Bike JLNT Kokas Tiap Akhir Pekan
“Kalau memang alasannya sepeda roadbike itu kencang, sebenarnya semua sepeda juga bisa juga kencang. Jadi, sebaiknya jika memang mau diatur, ya diatur aja berdasarkan kecepatan, misalnya hanya boleh kecepatan maksimal 40km/jam. Atau berdasarkan aturan tertentu, misalnya, di jalan raya tidak boleh berhenti untuk foto-foto atau nongkrong. Jadi bukan berdasarkan jenis sepedanya," pungkasnya.