Ahmad Sahroni Tak Setuju Pesepeda Dilarang Melintas di Wilayah Ganjil Genap: 'Ini Diskriminatif'
Kebijakan larangan sepeda di jalur sepeda ini wajib dipertimbangkan kembali dengan beberapa alasan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya kembali memberlakukan sistem ganjil genap di tiga ruas jalan utama di ibu kota DKI Jakarta.
Dalam aturannya ini, Dirlantas (Lalu Lintas) Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo menyampaikan bahwa para pengendara sepeda dilarang melintasi jalur sepeda yang ada di kawasan yang menerapkan sistem ganjil genap, seperti Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin, dan Haji R Rasuna Said.
Sambodo menjelaskan bahwa sepeda juga tidak diperbolehkan melintas karena dikhawatirkan menimbulkan kerumunan.
Menanggapi kebijakan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni menyampaikan ketidaksetujuannya.
Menurutnya, kebijakan larangan sepeda di jalur sepeda ini wajib dipertimbangkan kembali dengan beberapa alasan.
"Pertama, dibilang bahwa sepeda itu takut menyebabkan kerumunan. Menurut saya itu kurang berkorelasi, karena ini kan jalur sepeda, untuk sepeda, jadi tidak akan terlalu ramai juga."
"Kalau kekhawatirannya sepeda roadbike membuat kerumunan, ya pada faktanya di lapangan pengguna roadbike juga hanya bersepeda sampai jam 6.30 dan mereka tidak lewat jalur sepeda. Jadi saya rasa aturannya kurang kena," kata Sahroni kepada wartawan, Jumat (27/8/2021).
Sahroni menyebut bahwa kebijakan ini juga cenderung diskriminatif terhadap para pengguna sepeda.
Hal ini karena larangan yang diberlakukan setiap hari.
Baca juga: Ini Alasan Polisi Tak Izinkan Pesepeda Lintasi Jalur Ganjil-Genap
"Ini kan ganjil genap, kalau untuk motor dan mobil, berarti besoknya masih bisa dipakai, terus kalau untuk orang yang kendaraannya hanya sepeda saja bagaimana? Seperti pedagang starling, masa mereka gak boleh lewat di ruas tersebut setiap hari?"
"Kan kasihan orang-orang yang aktivitas hariannya menggunakan sepeda, seperti pedagang kopi keliling dan orang-orang yang berkantor naik sepeda untuk alasan lingkungan. Jadi menurut saya aturan ini diskriminatif," ujarnya.
Pada kesempatan yang berbeda, komunitas warga yang bersepeda ke kantor atau Bike to Work (B2W) juga turut mempertanyakan kebijakan ini.
Menurut Ketua Umum B2W Ketua Umum B2W Indonesia Fahmi Saimima, kebijakannya tentu akan menyulitkan warga yang hendak bersepeda saat pergi dan pulang kerja.
"Kemarin ketum B2W juga sudah sempat menyampaikan keberatannya terkait kebijakan ini, dan menurut saya protes yang mereka sampaikan sangat masuk akal dan beralasan. Untuk itu, sebaiknya Dirlantas mendengar masukan-masukan yang disampaikan langsung oleh masyarakat ataupun mereka-mereka yang menggunakan sepeda sebagai kendaraan utama," kata Sahroni.