Laporan Dicabut, Polisi Hentikan Penyelidikan Kasus Greenpeace soal Kritik Terhadap Pidato Jokowi
Atas pencabutan laporan itu, maka pihak Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Metro Jaya menghentikan seluruh proses hukum termasuk penyelidikan
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jendral Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) sekaligus Ketua Cyber Indonesia Husin Shahab telah mencabut laporannya terhadap aktivis lingkungan dari Greenpeace Leonard Simanjuntak dan Kiki Taufik, Senin (15/11/2021).
Atas pencabutan laporan itu, maka pihak Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Metro Jaya menghentikan seluruh proses hukum termasuk penyelidikan terkait perkara tersebut.
"Ya kalau memang sudah dicabut maka penyelidikannya dihentikan, tadi kami sudah diskusi cukup panjang tentang maksud tujuan kemudian juga latar belakang dan sebagainya, kita diskusi cukup panjang tadi," kata Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat saat ditemui awak media di Polda Metro Jaya, Senin (15/11/2021).
Tubagus juga menyebut, sejak laporan itu masuk pada 9 November lalu, pihaknya belum sekalipun melakukan penyelidikan terutama terkait pemeriksaan para saksi.
Terpenting kata dia, saat ini pihak terlapor dalam hal ini Husin Shahab akan melakukan diskusi dengan Greenpeace untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Tidak berarti permasalahan itu beliau anggap selesai, silakan nanti dibahas dikaji didiskusikan melalui mimbar-mimbar akademis itu," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jendral Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) sekaligus Ketua Cyber Indonesia Husin Shahab mendatangi Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Metro Jaya, pada Senin (15/11/2021).
Kedatangan Husin Shahab ini sendiri berkaitan dengan laporannya terhadap Aktivis lingkungan dari Greenpeace Leonard Simanjuntak dan Kiki Taufik.
Kendati begitu, Husin pada kesempatan ini menyatakan mencabut laporan tersebut dengan alasan kepentingan publik yakni khawatir akan timbulnya kegaduhan.
"Karena dianggap dengan adanya laporan ini, khawatir akan ada kegaduhan. Oleh karena itu kita berharap dengan pencabutan laporan ini, masalah dengan greenpeace bisa kita lanjutkan dengan cara diskusi yang akademisi," kata Husin saat ditemui awak media di Mapolda Metro Jaya, Senin (15/11/2021).
Tak hanya itu, Husin juga mengatakan, pencabutan laporan ini dilakukan karena dirinya khawatir kalau tindakannya tersebut dikaitkan dengan persoalan politik lain.
Baca juga: Husin Shahab Cabut Laporan Polisi Terhadap Greenpeace Karena Khawatir Bikin Gaduh Masyarakat
Mengingat, laporan yang dilayangkan itu berkaitan dengan isi pidato Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat KTT COP 26 Glasgow, Skotlandia.
"Bagaimana kedepan supaya kegaduhan ini tidak semakin membesar, karena banyak yang mempolitisir dengan adanya laporan ini," bebernya.
Kendati laporan itu sudah dicabut, namun dia menegaskan kalau persoalannya atas kritik Greenpeace terhadap pidato presiden akan tetap diselesaikan.
Adapun upaya lanjutannya kata dia, dengan melakukan diskusi seraya mencocokan data yang dimiliki pihaknya dengan yang disampaikan Greenpeace.
"Nah kita berharap dengan adanya pencabutan laporan ini, ya kita bisa adu data lah biar enggak usah bikin laporan dan masalah ini bisa diselesaikan dengan diskusi," ucap Husin.
Pencabutan laporan itu juga dikonfirmasi oleh Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat.
Tubagus mengatakan, terlapor dalam hal ini Husin Shahab langsung mendatangi gedung Ditkrimum Polda Metro Jaya untuk melakukan pencabutan laporan itu.
"Yang bersangkutan beliau-beliau ini yang melaporkan sebagai pelapor setelah diskusi cukup panjang akhirnya laporan polisi yang dibuat, dicabut, dihentikan," kata Tubagus dalam kesempatan yang sama.
Dia mengungkapkan alasan mendasar dari Husin Shahab mencabut laporan polisi itu, kata Tubagus, yang bersangkutan tidak mau laporannya ini menjadi bentuk anti kritik kepada pemerintah.
Tak hanya itu, Husin Shahab juga kata Tubagus tak ingin pelaporannya malah membuat kegaduhan di masyarakat.
"Beliau tidak mau ini kemudian dipolitisir, tidak mau ini kemudian dianggap sebagai bentuk pemerintah antikritik beliau tidak mau permasalahan itu terjadi," ucap Tubagus.
Kendati begitu kata Tubagus, proses yang melibatkan keduanya tetap akan berlangsung melalui ranah kajian dengan menyajikan data.
Sebelumnya, Aktivis Greenpeace Leonard Simanjuntak dan Kiki Taufik dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran berita bohong dan ujian kebencian atas nama antar golongan.
Pelaporan itu dilayangkan oleh Sekretaris Jendral Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH), Husin Shahab, pada Selasa (9/11/2021) merujuk pada kritik Greenpeace pada pidato Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), di Konferensi COP 26.
Dalam keterangannya, Husin merasa dirugikan atas informasi yang dinilainya menyesatkan yang ada di website Greepeace.org.
Hal itu didasari karena kata Husin, data yang disampaikan soal Deforestasi tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Husin menilai data yang disampaikan pihak Greenpeace tidak sesuai dengan data selama pemerintahan Jokowi.
Baca juga: Dipolisikan karena Kritik Pidato Jokowi, Greenpeace: Kebebasan Memberi Pandangan Harusnya Dijamin
"Justru selama pemerintahan Jokowi yang berusaha untuk menekan peningkatan Deforestasi dari tahun ke tahun dan tidak terjadi kebakaran hutan", kata Husin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (14/11/2021).
Diketahui laporan itu terdaftar dalam nomor, LP/B/5623/XI/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 9 November 2021 dengan terlapornya Leonard Simanjuntak dan Kiki Taufik.
Tak hanya membuat laporan polisi, dalam cuitan twitternya Husin juga mengajak netizen untuk boikot Greenpeace Indonesia dengan hashtag #BoikotGreenpeaceID.
Hal itu juga disebabkan karena diduga memberikan informasi menyesatkan sehingga menimbulkan keonaran di rakyat.
"Bohong itu!", tegas Husin.
Diketahui, Komunitas peduli lingkungan, Greenpeace menanggapi Pidato Presiden Jokowi di Konferensi COP 26, Glasgow yang menyampaikan ke masyarakat dunia bahwa laju Deforestasi turun signifikan terendah dalam 20 tahun terakhir.
Menyikapi hal itu, Husin mengatakan kalau Greenpeace dalam hal ini malah memutar balikkan fakta dengan menyebut bahwa Deforestasi di Indonesia justru meningkat dari yang sebelumnya 2,45 juta ha (2003-2011) menjadi 4,8 juta ha (2011-2019).
"Disitu letak kebohongan dari Greenpeace, kalau dibuatkan dalam bentuk grafis dari tahun ke tahun dan pada kebijakan pemerintahan juga dijelaskan secara detail dan jika pada tahun 2,45 juta ha (2003-2011) adalah kebijakan SBY, kemudian pada tahun 2011 sampai 2019 menjadi 4,8 juta ha akan kelihatan jelas di grafik tersebut penurunannya," beber Husin.
Sementara menurut Husin pada periode Jokowi laju Deforestasi terus ditekan sebagaimana yang disampaikannya yakni dari 462,5ribu ha ke 115,5 ribu ha pada 2019-2020.
"Pada periode tahun 2015-2016, deforestasi 629,2 ribu ha (beberapa izin prinsip sudah keluar di masa pemerintahan sebelumnya), tahun 2016-2017 deforestasi 480 ribu ha, tahun 2017-2018 deforestasi 439,4 ribu ha, tahun 2018-2019 deforestasi 462,5 ribu ha, tahun 2019-2020 deforestasi turun drastis ke 115,5 ribu ha, nah, itu kan jelas, coba kalau dilihat dari bentuk grafik pasti akan terlihat menurun, kenapa Greenpeace malah bilang meningkat? Bohong itukan?!!", ucap Husin.
"Jika sudah berbohong di muka publik dan menimbulkan keonaran harus dilaporkan agar tidak menyesatkan masyarakat dan untuk mencegah kegaduhan yang lebih besar", sambungnya.
Lebih jauh, Husin juga minta kepada aktivis lingkungan dan para pihak yang ada di Greenpeace Indonesia agar tidak selalu berlindung dibalik pasal kebebasan berpendapat UU tahun 1945.
Sebab kata dia, tidak semuanya pendapat dapat dibenarkan jika pendapat itu ternyata ada informasi yang tidak benar.
"Jika informasi bohong itu sudah jadi konsumsi publik, maka bisa dipidanakan!", kata Husin.
Atas hal itu Husin dan kawan-kawan melaporkan Greenpeace Indonesia atas dugaan menyebarkan berita bohong sebagaimana Pasal 14 & 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana dan atas dugaan ujaran kebencian atas nama antar golongan (SARA) sesuai Pasal 28 (2) Juncto Pasal 45A (2) UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 ke Polda Metro Jaya.