Pernyataan Bank DKI Terkait Dua Pejabatnya Terjerat Kasus Hukum
Manajemen Bank DKI menghormati proses hukum yang dijalankan oleh dua pejabatnya yang diamankan oleh penegak hukum.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen Bank DKI menghormati proses hukum yang dijalankan oleh dua pejabatnya yang diamankan oleh penegak hukum.
Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Herry Djufraini menyampaikan bahwa secara prinsip, Bank DKI tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang berlaku dan menghormati seluruh keputusan yang telah dikeluarkan dari perangkat hukum.
Lebih lanjut Herry menyampaikan bahwa penyaluran kredit ini terjadi pada tahun 2011.
"Bank DKI telah menjadikan hal ini sebagai pembelajaran dan perbaikan yang selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam proses penyaluran kredit " ujar Herry dalam pernyataan yang dikirimkan ke Tribunnews.com, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: KPK Selidiki Aliran Uang Pelicin saat Pengesahan APBD Muara Enim Tahun 2019
Herry juga menyampaikan bahwa hal tersebut sama sekali tidak berpengaruh terhadap layanan dan kegiatan operasional perbankan.
Diberitakan sebelumnya, dua orang pimpinan cabang BUMD Bank DKI diciduk penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat pada Selasa (16/11/2021) malam.
Keduanya ialah pimpinan Bank DKI cabang Muara Angke berinisial MT dan pimpinan cabang Permata Hijau berinisial JP.
Selain kedua pimpinan Bank DKI itu, penyidik Kejari Jakarta Pusat turut mengamankan Dirut PT Broadbiz Asia dengan inisial RI.
Dari hasil penyelidikan, ketiganya diduga melakukan pemalsuan data terhadap debitur.
Sebab, debitur tersebut tidak pernah mengajukan kredit ke Bank DKI cabang tersebut.
"Juga ditemukan tidak adanya jaminan atas KPA tunai bertahap yang telah dikucurkan oleh Bank DKI tersebut," ucap Kepala Kejari Jakarta Pusat Bima Suprayoga dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (17/11/2021).
"Sehingga berakibat kredit KPA tunai bertahap menjadi macet, hal inilah mengakibatkan timbulnya kerugian, akibat macet tersebut," sambungnya.
Atas perbuatan ketiganya, negara mengalami kerugian mencapai Rp39 miliar.
Ketiganya pun disangkakan melanggar Pasal primair, Pasal 2 ayat (1) Subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.