Kardinal Suharyo Pimpin Misa Peringatan Arwah Korban Covid-19 di TPU Rorotan
Perayaan misa tersebut di gelar area sekitar pemakaman khusus Covid-19 tepatnya di tempat pemakaman umum (TPU) Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Uskup Ignatius Kardinal Suharyo memimpin misa perayaan ekaristi peringatan arwah bagi korban Covid-19, pada Selasa (30/11/2021).
Perayaan misa tersebut di gelar area sekitar pemakaman khusus Covid-19 tepatnya di tempat pemakaman umum (TPU) Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Dalam homilinya, Kardinal Suharyo menyampaikan bahwa pada hari ini boleh bersyukur bisa merayakan ekaristi dan berdoa bagi arwah di makam Rorotan.
Baca juga: Wagub DKI dan Wali Kota Bekasi Mulai Waspadai Ancaman Varian Covid-19 Omicron
Terlebih, boleh menutup bulan November ini, Gereja Katolik secara khusus mengenang didalam kasih dan mendoakan saudara-saudara yang sudah mendahului karena wabah Covid-19.
"Ini tempat saudara-saudara kita yang mendahului kita karena wabah Covid-19 di baringkan," ucap Kardinal melalui siaran kanal YouTube Komsos KAJ.
Kardinal Suharyo juga menyampaikan, dengan mendoakan arwah adalah merayakan kerahiman Allah.
Sehingga, dengan merayakan kerahiman Allah itu yang berdoa diharapkan dapat merasakan, mengalami, bertumbuh di dalam pengalaman akan Allah yang maharahim.
Baca juga: Dalam 8 Hari, 3 Mobil Hangus Terbakar di Tol Wiyoto Wiyono, Keluar Asap dan Api dari Kap Mobil
Ia berharap semoga wabah pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan kehidupan umat manusia, bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia cepat berlalu.
Semoga juga tuhan berkenan menjaga dan melindungi seluruh umat manusia.
Serta, memberikan kekuatan iman dan mendorong untuk menjaga diri.
Bukan hanya menjaga diri demi diri tetapi demi kebaikan bersama di tengah-tengah masyarakat.
"Kita di tengah-tengah bangsa ini tentu membutuhkan kebaikan dan keterbukaan hati mungkin kita terjaga tetapi kita tidak berpikir hanya tentang kita, diri kita sendiri, melainkan untuk kepentingan seluruh masyarakat," ungkapnya.
Baca juga: Dua Pasien Varian Omicron Covid-19 di Sydney, Berasal dari Afrika Selatan dan Transit di Singapura
Perayaan misa ini lalu di tutup dengan menaburkan bunga ke liang lahat makam para korban Covid-19.
Kardinal Suharyo terlihat memimpin acara tabur bunga tersebut.
Dikutip dari TribunMedan, umat Kristiani telah berdoa bagi para saudara/ saudari mereka yang telah wafat sejak masa awal agama Kristen.
Liturgi- liturgi awal dan teks tulisan di katakomba membuktikan adanya doa- doa bagi mereka yang telah meninggal dunia, meskipun ajaran detail dan teologi yang menjelaskan praktik ini baru dikeluarkan kemudian oleh Gereja di abad berikutnya.
Mendoakan jiwa orang- orang yang sudah meninggal telah tercatat dalam 2 Makabe 12:41-42.
Di dalam kitab Perjanjian Baru tercatat bahwa St. Paulus berdoa bagi kawannya Onesiforus (2 Tim 1:18) yang telah meninggal dunia.
Para Bapa Gereja, yaitu Tertullian dan St. Cyprian juga mengajarkan praktik mendoakan jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal.
Hal ini menunjukkan bahwa jemaat Kristen perdana percaya bahwa doa- doa mereka dapat memberikan efek positif kepada jiwa- jiwa yang telah wafat tersebut.
Berhubungan dengan praktik ini adalah ajaran tentang Api Penyucian.
Kitab Perjanjian Baru secara implisit mengajarkan adanya masa pemurnian yang dialami umat beriman setelah kematian.
Yesus mengajarkan secara tidak langsung bahwa ada dosa-dosa yang dapat diampuni setelah kehidupan di dunia ini, (Mat 12:32) dan ini mengisyaratkan adanya tempat/ keadaan yang bukan Surga -karena di Surga tidak ada dosa; dan bukan pula neraka -karena di neraka sudah tidak ada lagi pengampunan dosa. Rasul Paulus mengatakan bahwa kita diselamatkan,
“tetapi seolah melalui api” (1 Kor 3:15). Para Bapa Gereja, termasuk St. Agustinus (dalam Enchiridion of Faith, Hope and Love dan City of God), merumuskannya dalam ajaran akan adanya pemurnian jiwa setelah kematian.
Baca juga: Direktur Urusan Agama Katolik: Syarat Moderasi Beragama Diperlukan SDM yang Berwawasan Luas
Pada hari- hari awal, nama-nama jemaat yang wafat dituliskan di atas plakat diptych.
Di abad ke-6, komunitas Benedikti memperingati jiwa- jiwa mereka yang meninggal pada hari perayaan Pentakosta.
Perayaan hari arwah menjadi peringatan universal, di bawah pengaruh rahib Odilo dari Cluny tahun 998, ketika ia menetapkan perayaan tahunan di rumah- rumah ordo Beneditin pada tanggal 2 November, yang kemudian menyebar ke kalangan biara Carthusian.
Sekarang Gereja Katolik merayakannya pada tanggal 2 November, seperti juga gereja Anglikan dan sebagian gereja Lutheran.
Dari keterangan di atas, tidak disebutkan mengapa dipilih bulan November dan bukan bulan-bulan yang lain.
Namun jika kita melihat kepada kalender liturgi Gereja, maka kita mengetahui bahwa bulan November merupakan akhir tahun liturgi, sebelum Gereja memasuki tahun liturgi yang baru pada masa Adven sebelum merayakan Natal (Kelahiran Kristus).
Maka sebelum mempersiapkan kedatangan Kristus, kita diajak untuk merenungkan terlebih dahulu akan kehidupan sementara di dunia; tentang akhir hidup kita kelak, agar kita dapat akhirnya nanti tergabung dalam bilangan para kudus di surga.