Alasan Polisi Tak Tersangkakan Sopir Transjakarta yang Tabrak Pejalan Kaki hingga Tewas di Ragunan
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro menyampaikan dari hasil gelar perkara, sopir Bus Transjakarta berinisial YH tak ditetapkan sebagai tersangka.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa sopir Bus Transjakarta dalam insiden tabrakan yang menewaskan pejalan kaki di jalan Raya Taman Marga Satwa Raya Gotong dekat SMK 57, Jakarta Selatan pada Senin (6/12/) lalu.
Polisi juga telah menyelesaikan hasil gelar perkara atas peristiwa itu.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Argo Wiyono menyampaikan dari hasil gelar perkara yang dilakukan, sopir Bus Transjakarta berinisial YH tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Hal itu dikarenakan YH tak memenuhi unsur dua alat bukti. Sehingga ia tidak terbukti dipersangkakan untuk insiden kecelakaan itu.
"Hasil gelar perkara yang bersangkutan sopir atas nama YH tidak cukup unsur untuk dijadikan tersangka yang melanggar unsur Pasal 310 Ayat 4," kata Argo saat dikonfirmasi, Selasa (14/12/2021).
Baca juga: Napi Adam Bin Musa Kabur dari Tempat Cuci Mobil Lapas Tangerang, Kemenkumham dan Pengamat Bereaksi
Baca juga: Pemuda dan Gadis di Tangerang Dianiaya hingga Alami Luka Bacok, Benarkan Ulah Gangster ?
Argo menambahkan, jika YH tidak bisa dijadikan tersangka.
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan rekaman kamera CCTV di tempat kejadian perkara (TKP).
Dalam rekaman itu, terlihat jarak pejalan kaki dengan bus yang terlalu dekat, sehingga tidak cukup melakukan pengereman.
"Artinya jarak 4 meter, dengan kecepatan 30 KM per jam itu pengemudi tidak bisa melakukan pengereman. Jadi minimal jarak pengereman minimal 14 meter bila kondisi jalan basah, kalau kering 10 meter dengan jarak," jelas Argo.
Dikarenakan korban yang hendak menyeberang muncul secara tiba-tiba dengan melompati separator batas jalan bus way, titik pengereman yakni di bawah 10 meter membuat sopir tidak bisa mengerem sebagaimana mestinya.
Kedua, di jalur busway itu tidak ada ruang gerak alias no space. Artinya, sopir tidak bisa membanting stir ke kiri atau ke kanan apabila terjadi kejadian di luar dugaan.
"Jadi tidak ada ruang lagi, kanan atau kiri nabrak separator mungkin fatalitas lebih tinggi kalau ke kanan nabrak pembatas. Jadi memang tidak bisa sempat menghindar," katanya.
Baca juga: Semalam Pejalan Kaki Tewas Tertabrak Bus Transjakarta Saat Seberangi Jalan Raya Ragunan
Selanjutnya, Argo mengatakan alasan ketiga dari sisi korban selaku pejalan kaki dianggap turut melanggar, karena menyeberang di luar tempat yang telah disediakan.
Padahal, apabila tidak ada jembatan penyeberangan setiap pejalan kaki tetap harus menyeberang di tempat memang disediakan semisal pada zebra cross guna memperhatikan keselamatannya.