Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Suparmin Sunjoyo: Hormati Eksistensi Budaya Yang Sudah Ada Di Nusantara Di Masa Lalu Hingga Saat Ini

Bangsa ini bersepakat menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang teduh berlandaskan Pancasila.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Suparmin Sunjoyo: Hormati Eksistensi Budaya Yang Sudah Ada Di Nusantara Di Masa Lalu Hingga Saat Ini
Dok. SENA WANGI
Jumpa pers 'Pernyataan Sikap Bersama Organisasi Pewayangan Indonesia' yang berlangsung di Gedung Pewayangan Kautaman TMII, Jakarta Timur, Rabu (23/02/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dibangun dari keberagaman. Perbedaan diciptakan Allah untuk saling menghormati dan saling menjaga harmoni. Bangsa ini bersepakat menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang teduh berlandaskan Pancasila.

Demikian antara lain disampaikan Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI), Drs. Suparmin Sunjoyo, pada acara jumpa pers 'Pernyataan Sikap Bersama Organisasi Pewayangan Indonesia' yang berlangsung di Gedung Pewayangan Kautaman TMII, Jakarta Timur, Rabu (23/02/2022).

“Jumpa Pers ini digelar dalam rangka semakin mempertebal persatuan. Mengenalkan Wayang dari berbagai aspek,” tuturnya.

Hadir di acara jumpa pers yang digelar secara online dan offline tersebut, H. Kondang Sutrisno, SE, Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat, dan Dubes Samodra Sriwidjaja, Ketua Umum Union Internationale de la Marionnette (UNIMA) Indonesia.

Juga hadir Wahyu Wulandari, perwakilan ASEAN Puppetry Association (APA) Indonesia, H Luluk Sumiarso, Ketua Umum Persatuan Wayang Orang Indonesia (PEWANGI), dan Adhi Yoga Utama, Ketua Umum Paguyuban Masyarakat Pecinta Wayang Indonesia (ASIA WANGI),

Hadir juga Sumari, S.Sn., MM., Sekretaris Umum SENA WANGI, Kabul Budiono, Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI, serta Dr. Ninok Leksono budayawan dan wartawan senior.

Bangsa Indonesia, ujar Suparmin, merupakan bangsa majemuk. Kemajemukan tersebut terjalin dalam satu ikatan sebagai sebuah bangsa yang utuh dan berdaulat.

BERITA REKOMENDASI

Oleh karena itu, kata dia, penghormataan terhadap berbagai perbedaan adalah syarat mutlak demi terawatnya persatuan dan kesatuan.

“Oleh karena itu kami menghimbau kepada segenap elemen masyarakat untuk saling menjaga dan menghormati eksistensi budaya yang sudah ada di Nusantara, di masa lalu hingga saat ini,” ujarnya.

Pernyataan Sikap Bersama

Pernyataan Sikap Bersama Organisasi Pewayangan Indonesia, selanjutnya dibacakan oleh H. Kondang Sutrisno, SE, Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat.

Sikap bersama ini, kata H. Kondang Sutrisno, SE, sebagai respon terkait isu yang berkembang saat ini yang menyatakan bahwa wayang dilarang dalam Islam dan harus dimusnahkan.


“Selain melanggar berbagai ketetapan perundang-undangan, hal ini sangat menyinggung para seniman pawayangan. Antara lain para dalang, pengrawit, pesinden, pengrajin wayang dan para penyinta wayang di seluruh dunia,” jelasnya.

Organisasi yang membuat pernyataan sikap ini, Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI), Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat, ASEAN Puppetry Association (APA) Indonesia, Union Internationale de la Marionnette (UNIMA) Indonesia, Persatuan Wayang Orang Indonesia (PEWANGI) dan Paguyuban Masyarakat Pecinta Wayang Indonesia (ASIA WANGI).

Suparmin Sunjoyo    1
Suparmin Sunjoyo

Butir-butir pernyataan sikap itu antara lain; menghimbau kepada segenap tokoh masyarakat untuk berhati-hati dalam setiap membuat statement agar tidak menimbulkan kegaduhan dan kontroversi yang tidak perlu.

Menjaga, memelihara, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika. Toleran dan menghormati berbagai perbedaan. Menyingkirkan berbagai upaya para pihak yang ingin memasukkan sistem pemerintahan dan kenegaraan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan mengancam NKRI.

“Organisasi-organisasi pewayangan di Indonesia tentu membuka ruang dialog kepada para pihak yang ingin mengenal lebih jauh Wayang sebagai salah satu warisan seni budaya bangsa,” kata Kondang Sutrisno.

Memusnahkan benda budaya bernilai sejarah, lanjut Kondang Sutrisno, jelas tidak sesuai dengan Undang-undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017.

Tidak sesuai dengan Keputusan Presiden No. 30 Tahun 2018 yang menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional.

Selain juga bertentangan dengan Penetapan Wayang Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003 sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity – Karya Agung Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan.

“Selain itu Wayang adalah bagian dari seni, termasuk dari sepuluh Obyek Pemajuan Kebudayaan yang harus dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan,” jelasnya.

Kondang Sutrisno, juga mengingatkan agar masyarakat dan bangsa Indonesia di manapun berada, waspada dan menghindari berbagai upaya pihak yang ingin memecah belah bangsa.

“Pembenturan antar kelompok atau golongan masyarakat yang mengganggu dan mengancam ketenangan, ketenteraman dan kedamain hidup bersama,” tuturnya.

Menghimbau para pemangku kepentingan ,baik Pemerintah maupun swasta, agar secara nyata berkontribusi melindungi dan mengembangkan pewayangan di seluruh Indonesia dengan tindakan nyata. “Seperti menanggap dan menonton berbagai jenis pergelaran wayang Indonesia,” ujar Kondang Sutrisno.

Jangan Gagal Faham Tentang Wayang

Secara terpisah, Ketua Bidang Humas dan Kemitraan SENA WANGI, Eny Sulistyowati SPd, SE, MM, kepada wartawan menyampaikan, urgensi rahmatan lil’alamin adalah memberikan arahan hidup bagi seorang muslim perihal mengapa, bagaimana dan untuk apa ia beragama.

“Justru Islam mengajarkan untuk saling menghargai. Tidak hanya penyerahan diri, tapi juga mengajarkan bagaimana hidup damai, selamat dan saling menghargai,” katanya.

Wayang Indonesia, kata Eny, justru berhasil mengenalkan Islam kepada masyarakat. Menjadi media dakwah Islam yang sukses di Indonesia.

“Keberhasilan Wayang sebagai media dakwah dan syiar Islam di zaman Walisongo, antara lain justru terletak pada kekuatan pendekatannya kepada masyarakat,” ujarnya.

Eny mendukung pernyataan sikap bersama yang dilakukan sejumlah organisasi Pewayangan ini.

“Hal ini penting sebagai respon positif pentingnya memberi pemahaman kepada masyarakat yang belum tahu Wayang, atau yang gagal faham mengenai Wayang,” kata Eny.

Organisasi pewayangan, kata dia, harus angkat bicara. Kita tidak hanya bicara untuk hari ini, tetapi Wayang dalam perspektif masa depan.

“Puluhan tahun ke depan ketika kita sudah tidak ada, pernyataan sikap lembaga pewayangan ini menjadi jawaban sekaligus wawasan bagi generasi berikutnya jika menemukan informasi yang menyesatkan soal Wayang,” jelas  Eny.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas