Bareskrim Bongkar Modus Investasi Bodong, Wagub DKI Pesan Jangan Mudah Tergiur Kesuksesan Instan
Fenomena maraknya investasi bodong kini jadi sorotan, Wagub DKI ikut bersuara, memberi pesan masyarakat jangan mudah tergiur jadi sultan dadakan
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus investasi bodong kini jadi fenomena di tengah masyarakat.
Polisi sudah bekerja keras menangani laporan polisi atas kasus tersebut.
Bahkan sejumlah tersangka telah ditetapkan dan mulai dimiskinkan melalui penyitaan aset.
Baca juga: Istri hingga Manajer Doni Salmanan Bakal Diperiksa Bareskrim Senin Pekan Depan
Banyaknya kasus investasi bodong yang bermunculan turut dicermati oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria.
Dia memberikan pesan pada masyarakat agar cermat dalam berinvestasi.
Selain itu, Bareskrim juga membongkar beragam modus investasi bodong yang biasa menjerat masyarakat.
Marak Investasi Bodong, Wagub Ariza Imbau Masyarakat Waspada, Jangan Tergiur Jadi Sultan Dadakan
Tingginya minat berinvestasi diikuti dengan kian maraknya penawaran investasi bodong secara online.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengajak masyarakat untuk lebih cermat dan waspada sebelum berinvestasi.
Apalagi, sampai tergiur untuk mendapatkan kesuksesan secara instan sehingga mengabaikan risiko yang bakal terjadi.
"Jangan pernah tergiur dengan janji dan iming-iming keuntungan besar yang ditawarkan sebuah platform investasi," ucap Ariza melalui akun Instagram resminya @arizapatria yang dikutip, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Demi Minyak Goreng Murah Rp 10.500 Per Liter di Rawamangun, Warga Nekat Palsukan Kupon Bazar
Politikus partai Gerindra ini juga meminta masyarakat untuk mengecek kembali dan fokus soal legalitas izin investasi melalui website OJK.
"Baca dengan teliti media-media resmi, biasakan berkonsultasi dengan banyak orang sebelum memutuskan, manfaatkan kemudahan mendapatkan informasi," tambah dia.
Polri Gencar Lakukan Edukasi
Sementara itu, guna mengedukasi masyarakat terkait maraknya kasus investasi bodong, Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Mabes Polri berencana akan turun ke 100 mal atau pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia.
Kabaharkam Polri Komjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan, lingkaran investasi bodong mesti diantisipasi sejak dini agar masyarakat lebih pintar dan tidak menjadi korban dalam kasus ini.
"Inilah yang harus kita antisipasi sejak awal, karena kasus-kasus investasi (bodong) ini bukan hanya saat ini terjadi," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/2/2022).
Baca juga: Kondisi Terkini Kampung Bahari Setelah Digerebek, Lapak Narkoba Dibongkar, Polisi Bangun Tenda
Baca juga: Dini Hari, Kapolda Metro Sambangi Lokasi Tawuran Gangster yang Lukai Tiga Warga Depok
Namun, ia menyadari bahwa hal tersebut tidak cukup hanya dengan edukasi saja.
Oleh sebab itu, Arief ingin masuk ke 100 mal di seluruh Indonesia untuk membuat posko yang isinya soal pemahaman kejahatan dengan modus investasi bodong.
"Tentu tidak hanya dari Baharkam, kami menggandeng Kadin, OJK, BKPM, Bappebti sehingga kita akan memberikan kepada masyarakat jangan, ini (perusahaan investasi) bohong," katanya.
Arief membongkar modus kejahatan yang sering ditemui Polri dalam mengungkap kasus investasi bodong.
Antara lain meyakinkan dan mengiming-imingi korban dengan provit atau keuntungan besar dalam berinvestasi.
"Yang kedua menggunakan modus MLM, skema ponzi yang semuanya sebenarnya permainan uang," ujar Arief.
"Bahwa itu sebenarnya uang-uang dari investor saja yang diputar dan ketika sudah cukup banyak dibawa kabur," lanjutnya.
Kenali Modus-modus Penipuan Investasi Ilegal Berdasar Hasil Temuan Bareskrim Polri
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri membeberkan modus-modus penipuan investasi melalui platform ilegal.
Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menerangkan, dari hasil penyidikan polisi ada beberapa modus operandi kasus investasi ilegal.
Pertama, modus penipuan yang menjanjikan bunga atau keuntungan tinggi atas modal yang disetorkan untuk pengelolaan investasi properti, saham, trading komoditi dan lain lain yang ternyata adalah fiktif.
Kedua, modus penggelapan dana nasabah investasi, digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya yang dijanjikan, tetapi digunakan untuk kepentingan pengurus
Baca juga: H+1 Setelah Kampung Bahari Digerebek, Mapolres Jakpus Banjir Karangan Bunga, Polisi Bangun Tenda
Ketiga, modus koperasi, mengumpulkan dana masyarakat bukan anggota koperasi layaknya kegiatan perbankan.
Keempat, modus asuransi dana nasabah digunakan untuk kepentingan pihak pengurus.
Sedangkan pada kejahatan robot trading dan binary option, modus yang digunakan antara lain menggunakan aplikasi, artificial intelligence dan bursa komoditi, yang keduanya fiktif dan ilegal untuk menarik investor dengan menyetorkan sejumlah dana tertentu, untuk dijanjikan keuntungan yang lebih.
Kemudian penipuan online, menjanjikan bursa trading di bursa komoditi dengan keuntungan tinggi dan konstan, namun ternyata fiktif.
Lalu, penipuan secara online, melakukan trading di bursa komoditi yang ternyata belum berizin dan fiktif, dana digelapkan.
Baca juga: Tanda Silang Jaga Jarak Dicopot, Kapasitas Penumpang Transjakarta Sudah Normal
Masyarakat mesti memastikan pihak yang menawarkan investasi memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Serta memahami berbagai bentuk produk investasi yang ditawarkan sehingga kita bisa terhindar dari hal-hal yang nantinya akan merugikan.
"Kami dari jajaran kepolisian mengimbau untuk berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan yang sangat tinggi. Semakin tinggi keuntungan yang dijanjikan sangat berpotensi terjadinya penipuan," ucap Agus dalam konferensi pers, Kamis (10/3/2022).
Sebagai informasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga 10 Maret 2022 telah melakukan penghentian sementara transaksi terkait dugaan transaksi investasi ilegal sebanyak 121 rekening yang dimiliki oleh 49 pihak di 56 Penyedia Jasa Keuangan dengan total nominal sebesar Rp 353.980.706.680.
Bareskrim Polri Sudah Sita Aset Rp 1,5 Triliun Terkait Kasus Investasi Bodong
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyampaikan pihaknya sudah menyita aset milik tersangka kasus investasi bodong dengan total mencapai Rp 1,5 triliun.
Agus menuturkan penyitaan tersebut dilakukan sebagai penindakan terhadap pelaku investasi bodong yang belakangan meresahkan masyarakat.
Adapun aset-aset yang disita diduga berasal dari tindak pidana.
"Kalau tidak salah sudah lebih dari Rp1,5 triliun yang sudah kita sita nanti berkembang karena kerja sama kita yang baik dengan PPATK," ujar Agus di Kantor PPATK, Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Kendati begitu, Agus tidak menjelaskan lebih lanjut terkait identitas tersangka yang disita asetnya dalam kasus investasi bodong tersebut.
Dia hanya meminta masyarakat untuk waspada dan tak mudah tergiur dengan modus investasi.
"Mohon kepada masyarakat agar terhindar dari praktik investasi ilegal tersebut. Kami dari jajaran Kepolisian mengimbau masyarakat berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan sangat tinggi," jelas Agus.
Agus menjelaskan saat ini banyak kasus-kasus investasi ilegal yang ditangani pihak kepolisian dalam beberapa waktu terakhir.
Fenomena tersebut marak terjadi di tengah masyarakat.
Karena itu, kata Agus, masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan penawaran keuntungan yang dijanjikan investasi bodong.
Termasuk, perusahaan invetasi harus memiliki izin dalam menggelar kegiatan usahanya.
"Semakin tinggi keuntungan yang dijanjikan sangat berpotensi terjadinya penipuan. Pihak yang menawarkan investasi harus memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan," pungkasnya.
Polri Ungkap Kemungkinan Uang Korban Binomo-Qoutex Bisa Kembali, Imbau Korban Bentuk Paguyuban
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto angkat bicara terkait kemungkinan pengembalian uang pada korban investasi bodong berkedok trading binay option seperti Binomo dan Qoutex.
Agus mengatakan masih ada kemungkinan agar uang korban bisa dikembalikan.
Oleh karena itu Agus pun menyarankan para korban untuk membentuk paguyuban.
Agar nantinya dari paguyuban tersebut bisa menunjuk kuasa hukum dan bisa menginventarisir besaran investasi yang dilakukan di Binomo dan Qoutex.
"Kepada para korban kami sarankan membentuk suatu paguyuban bersama, jadi jangan mengurus sendiri-sendiri."
"Kemudian ditunjuk siapa kuasa hukumnya, dan menginventarisir investasi-investasi yang mereka sudah lakukan," kata Agus dilansir Kompas.com, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Kedapatan Langgar Aturan, Daus Mini Terjaring Razia Polres Metro Depok, Terancam Penjara dan Denda
Setelah besaran investasi tiap korban diinventarisir, para korban pun diminta bersama-sama mengajukan permohonan ke pengadilan.
Dengan tujuan agar uang sitaan yang diamankan dari tersangka Indra Kenz dan Doni Salmanan bisa kembali ke korban, bukan menjadi sitaan negara.
"Kemudian nanti putusan pengadilan akan diberikan, akan diputuskan bahwa uang itu akan kemana, supaya tidak disita untuk negara."
"Jadi saya rasa mohon dibentuk paguyuban, diinventarisir aset-asetnya," terang Agus.
Apakah Uang Korban Binomo-Quotex Bisa Dikembalikan? Ini Kata Pakar Pidana Pencucian Uang
Diberitakan sebelumnya, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih turut menanggapi kasus penipuan trading binary option seperti dalam aplikasi Binomo dan Qoutex.
Diketahui dalam kasus penipuan berkedok trading binary option tersebut polisi menetapkan Indra Kenz dan Doni Salmanan sebagai tersangka
Indra Kenz alias Indra Kesuma terlibat kasus penipuan dalam aplikasi Binomo, sementara Doni Salmanan terlibat kasus penipuan dalam aplikasi Qoutex.
Yenti mengatakan seharusnya uang para korban Binomo dan Qoutex bisa dikembalikan.
Yakni dengan melalui pengusutan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun pengembalian uang tersebut akan bergantung pada kemampuan pihak berwajib untuk melacak aset yang dimiliki para tersangka.
“Harus bisa (dikembalikan). Harusnya begitu, tinggal nanti ini mampu tidak melacak (aset)nya makanya cepat-cepat,” kata Yenti, Rabu (8/3/2022).
Lebih lanjut Yenti mengharapkan agar nantinya putusan pengadilan tidak keliru.
Selain itu, aset-aset yang disita juga bisa dikembalikan kepada pihak yang berhak atau pada korban.
Yenti kemudian mencontohkan pengembalian aset yang keliru pada kasus First Travel.
Pada tahun 2019 lalu, Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung memutuskan bahwa aset dalam First Travel justru dikembalikan kepada negara, bukan korban.
“Dan jangan sampai keliru lagi seperti (Kasus) First Travel. Jangan dikembalikan ke negara. Dikembalikan kepada yang berhak (korban). Kalau korupsi yang berhak memang negara,” ujarnya. (tribun network/thf/Wartakotalive.com/Tribunnews.com/Kontan/Kompas.com/Tribunnews.com)