Temuan KPAI Soal Pencemaran di Marunda: Gunungan Batubara hingga Debu Menumpuk 1 Sentimeter
Angota DPRD DKI Gandeng KPAI suarakan pencemaran abu batubara di Marunda, anak-anak harus dilindungi dari bahaya dampak pencemaran sejak 2029 lalu itu
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPRD DKI dan KPAI minta Pemprov DKI segera menangani pencemaran batubara di Marunda.
Terlebih dampak pencemaran abu batubara ini sangat berbahaya terutama bagi anak-anak.
Hasil temuan dari pengawasan KPAI di tiga sekolah, aktivitas gunungan batubara terlihat jelas dari sekolah.
Debu batubara di sekolah juga menumpuk hingga tebalnya mencapai 1 sentimeter.
Baca juga: Sumber Pencemaran Batubara di Rusun Marunda Masih Misteri, Warga Alami ISPA, Anak Gatal-gatal
Terpisah Anggota DPRD menilai Pemprov DKI tak mampu menangani pencemaran abu Batubara di Marunda.
Pasalnya pencemaran ini telah terjadi sejak beberapa tahun lalu dan tidak pernah ada jalan keluar.
Anggota DPRD Sebut Pemprov DKI Tak Mampu Tangani Pencemaran Abu Batubara di Marunda
Anggota DPRD DKI Jakarta Johnny Simanjuntak mengatakan, warga Marunda, Cilincing Jakarta Utara sempat mengadu ke Pemprov DKI Jakarta terkait gangguan abu batubara di dekat SDN 05 Marunda.
Namun Johnny menyebut Pemprov DKI Jakarta tidak mampu untuk mengatasi pencemaran debu batubara tersebut.
"Mereka (warga) sudah mengadu kemana-mana bahkan Pemprov DKI Jakarta melalui perangkatnya, sudah tidak mempunyai kemampuan untuk mengatasi itu," tutur Johnny dihubungi melalui telepon, Minggu (13/3/2022).
Gandeng KPAI
Karena tidak mendapat respons positif, Johnny kemudian mengajak Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti ke lokasi.
Karena dari aduan warga, kata Johnny, banyak anak-anak yang terjangkit penyakit pernapasan karena pencemaran debu batubara tersebut.
"Saya bawalah bu Retno, karena berakibat juga kepada ibu dan anak di situ," tutur dia.
Johnny menyayangkan sikap Pemprov DKI Jakarta yang tidak melakukan usaha maksimal agar pencemaran debu tidak terjadi.
Menurut dia, apabila tidak bertindak cepat, Pemprov DKI di masa Gubernur Anies Baswedan seolah-olah tidak mau melindungi warganya.
"Harusnya mereka dilindungi melalui perangkat-perangkatnya (Pemprov DKI)," tutur dia. Padahal peristiwa pencemaran debu batubara tersebut sudah berjalan sejak 2019 lalu. Dia meminta Pemprov DKI tak tinggal diam agar pencemaran bisa segera teratasi dan tidak ada lagi warga yang terdampak penyakit akibat debu batubara.
KPAI Terima Laporan Soal Anak-anak Rusun Marunda Tercemar Abu Batubara
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan tentang adanya pencemaran batubara di Rusun Marunda, Jakarta Utara yang berdampak pada kesehatan warga terutama anak-anak.
Beberapa dampak kesehatan itu antara lain masalah pernapasan (ISPA), gatal-gatal pada kulit, ruang bermain anak yang penuh abu batubara, dan lainnya.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi tersebut dari anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI-P Jhonny Simanjuntak pada Minggu (6/3/2022) lalu.
Temuan KPAI di Tiga Sekolah Terdampak Abu Batubara
Dalam rangka menindaklanjuti itu, pihaknya pun melakukan pengawasan di sekolah satu atap yang terdiri dari SDN Marunda 05, SMPN 290 Jakarta, dan SLB Negeri 08 Jakarta Utara pada Kamis (10/3/2022).
Lokasi sekolah tersebut terdekat dari aktivitas pengolahan gunungan batubara.
Bahkan gunungan batubara tersebut dapat disaksikan dengan sangat jelas dari lantai 4 SMPN 290 Jakarta.
“Para guru dan kepala sekolah tersebut mengakui bahwa abu batubara sangat menganggu aktivitas di sekolah. Debu di lantai harus disapu dan dipel sedikitnya empat kali selama aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM) berlangsung dari pukul 06.30 sampai 13.00 WIB," kata Retno dikutip dari siaran pers, Minggu (12/3/2022).
Baca juga: Brutalnya Pembalap Liar di Kali Andong Depok, Tancap Gas Dalam-dalam hingga Briptu Fuad Terpental
Retno mengatakan, penjaga dan para petugas kebersihan sekolah menyebut bahwa hal tersebut baru mereda saat hujan.
Namun saat udara panas, abu batubara terbawa angin dan mengotori seluruh ruang kelas dan benda-benda di dalamnya.
"Apalagi jika tidak ada aktivitas pembelajaran pada hari Sabtu dan Minggu, debu batubara menumpuk dengan ketebalan bisa mencapai hampir 1 sentimeter,” kata dia.
Baca juga: Pagi Ini Nias Selatan Sumut Diguncang Gempa 2 Kali, BMKG Sebut Tak Berpotensi Tsunami
Retno mengatakan, berdasarkan kunjungannya ke Rusunawa Marunda Blok A/10, warga menyampaikan dampak pencemaran tersebut mulai dirasakan sejak tahun 2018.
Menurut warga, kata dia, semakin hari pencemarannya semakin memburuk terhadap kesehatan seperti gangguan kulit dan pernapasan.
"Bahkan ada seorang anak yang terpaksa harus ganti kornea mata dari donor mata. Ketika tahun 2019, anak yang kerap bermain di RPTRA mengaku matanya sakit dan mengeluarkan air terus. Dia mengucek matanya karena gatal dan diduga kuat partikel halus dari abu batu bara mengenai mata si anak," kata dia.
KPAI Minta Anak-anak Segera Diselamatkan
Berdasarkan hal tersebut, KPAI meminta Pemprov DKI Jakarta segera bertindak untuk menyelamatkan anak-anak yang ada di wilayah tersebut.
KPAI juga merekomendasikan agar DPRD Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan ke lapangan, sekaligus memanggil pemerintah dan perusahaan pencemar untuk dimintai penjelasan.
Baca juga: Aset Doni Salmanan Mulai Disita, Mobil Porsche hingga Motor Mewah di Padalarang Diangkut Polisi
Baca juga: Tak Kooperatif, Indra Kenz Masih Tutup Mulut saat Diminta Bongkar Dalang Pemilik Aplikasi Binomo
Kemudian, KPAI juga mendorong perlunya pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi amdal dan dampak-dampak pencemaran terhadap lingkungan di Rusun Marunda.
"KPAI juga mendorong pelibatan laboratorium yang independen untuk melakukan uji laboratorium pada air dan tanah warga, serta uji medis terkait dampak kesehatan yang dirasakan warga, termasuk anak-anak," ucap dia. (tribun network/thf/Kompas.com)