Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tangani Kasus Oknum Guru Ngaji Lecehkan 10 Santriwati, Barbie Kumalasari Bakal Hadapi Kajari Depok

Kajari Depok turun langsung jadi JPU kasus guru ngaji cabuli 10 santriwati sementara dari kubu terdakwa yang jadi kuasa hukum artis Barbie Kumalasari.

Penulis: Theresia Felisiani
zoom-in Tangani Kasus Oknum Guru Ngaji Lecehkan 10 Santriwati, Barbie Kumalasari Bakal Hadapi Kajari Depok
Istimewa
Barbie Kumalasari usai menjalani sidang perdana kasus oknum guru ngaji cabul di Pengadilan Negeri Depok. Dalam kasus ini Barbie berperan sebagai kuasa hukum dari terdakwa, Selasa (26/4/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, PANCORAN MAS - Masih ingat kasus pencabulan yang dilakukan seorang oknum guru ngaji berinisial MMS (69) pada 10 santriwatinya ?

Kali ini kasus sudah memasuki meja hijau, sidang perdana digelar Selasa (26/04/2022) di Pengadilan Negeri Depok (PN Depok).

Artis Barbie Kumalasari, kuasa hukum terdakwa MMS (69) bakal berhadapan dengan Kajari Depok yang juga turun langsung menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersama tiga jaksa lainnya.

Turun Langsung Jadi JPU Kasus Guru Ngaji Cabul di Depok, Kajari: Secara Pribadi Terpanggil

Sidang perdana kasus oknum guru ngaji yang nekat mencabuli 10 muridnya telah rampung digelar Selasa (26/4/2022) di Pengadilan Negeri Depok, Cilodong.

Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Mia Banulita, turun langsung menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersama tiga jaksa lainnya dalam kasus ini.

"Tadi kami sudah melaksanakan sidang dakwaan dan Minggu berikutnya kami akan melakukan pemeriksaan saksi korban," kata Mia pada wartawan usai persidangan, Selasa (26/4/2022).

Baca juga: Barbie Kumalasari Muncul di PN Depok, Jadi Kuasa Hukum Oknum Guru Ngaji yang Cabuli 10 Santriwatinya

Berita Rekomendasi

Menyoal dakwaan, Mia menjelaskan bahwa pihaknya mendakwa MMS dengan Pasal 82 Ayat 1,2,4, dan Pasal 76 E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang perlindungan anak.

"Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun 2016, tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 ayat I KUHP," jelasnya.

Dalam sidang kali ini, Mia mengatakan terdakwa MMS dihadirkan secara daring alias online.

Namun rencananya, terdakwa akan dihadirkan pada sidang pekan depan yang beragendakan pemeriksaan saksi.

"Rencananya sih Minggu depan kami ingin menghadirkan terdakwa secara offline, karena kan pemeriksaan saksi ya, sehingga kita harapkan tidak ada hambatan terkait dengan jaringan komunikasi, tapi kami koordinasi dulu ke Lapas," ucapnya.

kajari depok pas sidang di PN Depok
Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Mia Banulita memberi keterangan usai menjalani sidang perdana kasus guru ngaji cabul di Pengadilan Negeri Depok, Selasa (26/4/2022)

Terkait dirinya yang turun langsung menjadi jaksa penuntut umum dalam kasus ini, Mia mengatakan bahwa secara pribadi dirinya merasa terpanggil.

"Iya ini perkara yang menarik perhatian publik, dan saya secara pribadi juga terpanggil," ujar Mia.

"Apalagi ini korbannya anak 10 orang yang pasti menimbulkan trauma yang berat terhadap anak, sehingga saya bersama tim akan sangat serius menangani perkara ini," pungkasnya.

Alasan Barbie Kumalasari Jadi Pengacara Terdakwa Kasus Guru Ngaji Cabul di Depok

Kasus guru ngaji berinisial MMS (69) yang nekat mencabuli 10 muridnya di Kota Depok mulai memasuki babak baru.

Siang tadi, Pengadilan Negeri Depok telah menggelar sidang perdana kasus tersebut dengan agenda pembacaan dakwaan.

Dalam kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Mia Banulita, turun langsung menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) bersama dengan tiga jaksa profesional lainnya.

Sementara lawan dari tim Jaksa Penuntut Umum adalah kuasa hukum yang berasal dari kalangan selebriti, yakni Barbie Kumalasari.

Barbie nampak antusias mengikuti sidang tersebut, didampingi rekan satu timnya, Bambang, Barbie berujar bahwa dirinya merasa terpanggil untuk mendampingi terdakwa.

Baca juga: Mudik Jalur Arteri Kalimalang: Volume Kendaraan Pemudik Motor Naik, Polisi Antisipasi Kemacetan

Baca juga: Sebelum 8 Kali Rudapaksa Mahasiswi di Kosan Kemayoran hingga Tewas, 3 Pemuda Sempat Pakai Narkoba

"Saya merasa terpanggil untuk mendampingi karena ancamannya di atas lima tahun. Di mana Ketika seseorang diancam untuk hukuman di atas lima tahun wajib didampingi advokat," ujar Barbie di Pengadilan Negeri Depok, Cilodong, Selasa (26/4/2022).

"Apalagi ini kasus pencabulannya melibatkan anak-anak, jadi tadi saya sebagai ibu miris banget mendengarnya ada yang dua kali, empat, tujuh kali, kayaknya mendengarnya pengen buru-buru selesai kayaknya enggak tega banget dan ini menurut saya penyakit ya," sambungnya.

Meski dalam kasus ini dirinya berdiri di belakang terdakwa, namun demikian dari hati yang terdalam ia menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya terhadap korban dan keluarganya.

"Kalau saya begini, kita sebagai advokat kita berprofesi membela siapapun kliennya baik yang salah maupun benar," kata Barbie.

"Kami selaku kuasa hukum memohon maaf kepada keluarga dan korban pastinya. Orang tua dari korban perasaannya pasti hancur, tapi untuk korban jangan sampai putus asa, kita tetap mensupport masa depannya tetap sempurna dan normal sehingga trauma masa lalunya ini butuh waktu untuk proses menghilangkan rasa trauma," pungkasnya.

Barbie Kumalasari menjalani sidang perdana kasus oknum guru ngaji cabul di Pengadilan Negeri Depok. Dalam kasus ini Barbie berperan sebagai kuasa hukum dari terdakwa, Selasa (26/4/2022)
Barbie Kumalasari menjalani sidang perdana kasus oknum guru ngaji cabul di Pengadilan Negeri Depok. Dalam kasus ini Barbie berperan sebagai kuasa hukum dari terdakwa, Selasa (26/4/2022) (Istimewa)

Keterangan Polisi

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan, mengatakan, terungkapnya aksi tak manusiawi pelaku berawal ketika satu dari sejumlah jumlah korbannya melaporkan perbuatan biadab pelaku ke orang tuanya.

"Sedikit kronologi singkat terkait terungkapnya adalah bahwa di bulan Desember ini ada salah satu korban menceritakan kejadian (pencabulan) yang dialaminya kepada orang tuanya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan, di Mapolrestro Depok, pada Selasa (14/12/2021) lalu.

"Kemudian orang tua korban ini menceritakan kejadian itu pada orang tua yang lainnya. Ternyata dari keterangan orang tua lain, anak-anaknya juga menceritakan hal yang sama hingga ada 10 orang korban yang mengalami tindakan pelecehan dari tersangka," timpal Endra didampingi Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Imran Edwin Siregar, dan Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno.

Zulpan mengatakan, para korban diajak pelaku ke ruang konsultasi yang ada di Majelis Taklimnya.

Di dalam ruang itulah, pelaku menyalurkan hasrat bejatnya pada para korban yang mayoritas berusia 10-15 tahun.

"Jadi ini para murid ini kan murid-murid yang diajarkan mengaji oleh tersangka ya. Adapun waktu ngaji itu jam 17.00 WIB sore sampai selesai Maghrib. Itu ada ruang di Majelis Taklim yang digunakan untuk konsultasi, dan di ruang itulah dilakukan pencabulan itu," katanya.

“Soal ancaman, anak dibawah usia dapat tekanan serta ancaman, hingga ia takut melawan dan diminta untuk memegang alat vital dan lain-lainnya yang tak bisa saya sebutkan," sambungnya lagi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan (tengah) didampingi Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Imran Edwin Siregar (kiri) dan Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes Baruno (kanan) saat memimpin ungkap kasus pencabulan terhadap anak, Selasa (14/12/2021).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan (tengah) didampingi Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Imran Edwin Siregar (kiri) dan Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes Baruno (kanan) saat memimpin ungkap kasus pencabulan terhadap anak, Selasa (14/12/2021). (TribunJakarta/Dwi Putra Kesuma)

Endra mengatakan hingga saat ini sudah ada 10 korban yang melaporkan tindakan menyimpang pelaku ke pihaknya.

"Adapun kejadian ini berawal dari Oktober 2021 hingga dengan bulan Desember 2021. Akibat kejadian pencabulan ini ada beberapa korban yang melapor sampai hari ini sudah melapor 10 korban dengan rentan usia 10-15, tapi kebanyakan 10 tahun, dan semuanya berjenis kelamin perempuan," ujar Endra.

Lanjut Endra, saat ini pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah yang di antaranya pemeriksaan sejumlah saksi dan korban, visum, hingga pendampingan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestro Depok.

"Dari kejadian ini langkah-langkah yang telah dilakukan adalah melakukan visum, pemeriksaan saksi dan korban, kemudian melakukan pendampingan terhadap korban melalui Unit PPA Polres Metro Depok, kemudian juga pengungkapan kasus ini dengan menangkap pelakunya," jelasnya.

Endra berujar terhadap pelaku dijerat Pasal 76 Juncto 82 KUHP tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana penjara 15 tahun lamanya.

"Atas perbuatan pelaku, penyidik menyangkakan pasal 76 juncto Pasal 82 KUHP tentang perlindungan anak, ancaman pidana paling sedikit lima tahun, dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp 5 miliar," pungkasnya.

Awal Mula Terbongkar

Aksi MMS yang melecehkan para santriwatinya mulai terbongkar saat seorang korban bercerita kepada orangtuanya.

Korban mengaku telah dilecehkan oleh gurunya sendiri.

Ternyata, korban lain juga melakukan hal yang sama dengan memberitahu kepada orangtuanya.

Hingga akhirnya keluarga korban yang tak terima melaporkan MMS ke pihak berwajib.

MMS ditangkap oleh Satreskrim Polres Depok, Jawa Barat, Minggu (12/12/2021) malam.

Pelaku ditangkap di kediamannya di wilayah Beji, Depok, Jawa Barat. Lokasi itu juga menjadi tempat pelaku melakukan aksi bejatnya kepada para korban.

Beraksi selama 3 bulan

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan menjelaskan, aksi bejat MMS sudah berlangsung sejak 3 bulan.

Ia melecehkan para korban sepanjang Oktober-Desember 2021.

Menurut Zulpan, akibat pencabulan ini, sudah ada 10 korban yang melapor.

Para korban yang semuanya perempuan berusia 10 sampai 15 tahun.

"Kebanyakan usia 10 tahun, dan semuanya berjenis kelamin perempuan. Yang bersangkutan ini adalah guru ngaji dari para korban."

"TKP-nya bertempat di majelis taklim di Kecamatan Beji, Kota Depok," ucap Zulpan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan saat bersama pelaku MMS di Polres Metro Depok pada Selasa (14/12/2021)
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan saat bersama pelaku MMS di Polres Metro Depok pada Selasa (14/12/2021) (Wartakotalive.com/Istimewa)

Korban diberi uang

Zulpan melanjutkan, adapun modus operandi yang dilakukan oleh pelaku adalah melakukan bujuk rayu dan pemaksaan hingga intimidasi kepada para korban.

MMS juga meminta para korban untuk menggenggam bagian tubuh vitalnya.

"Di akhir aksi pelecehan tersebut, dia (pelaku) memberikan uang Rp 10 ribu kepada para korban," sambung Zulpan.

Atas perbuatannya, MMS diancam pasal 76 juncto pasal 82 Tentang Perlindungan Anak dan pasal 64 KUHP.

"Ancaman pidana paling sedikit 5 tahun, dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak 5 miliar," jelas Zulpan.

Dalam konferensi pers tersebut, pihak kepolisian juga mengamankan barang bukti berupa baju gamis milik para korban, jilbab, celana dalam, dan sebuah kaos warna hijau.

Punya 2 istri dan mengaku khilaf

Fakta lain terungkap, MMS sendiri kini masih memiliki istri.

Zulpan mengatakan pelaku MMS memiliki 2 istri dan anak yang sudah berusia 20 tahun.

"Dia sebenarnya berkehidupan normal, dia juga tidak memiliki catatan kasus serupa," paparnya.

Sementara, Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno, menyebut pelaku berdalih dirinya khilaf melakukan perbuatan bejat tersebut.

"Sampai saat ini mengakunya khilaf," ucapnya.

(Kiri) Pelaku MMS saat diamankan pihak kepolisian dan (kanan) barang bukti kasus guru agama lecehkan 10 santriwati di Depok
(Kiri) Pelaku MMS saat diamankan pihak kepolisian dan (kanan) barang bukti kasus guru agama lecehkan 10 santriwati di Depok (kolase Tribunnews.com/Wartakotalive.com/Istimewa)

Yogen mengatakan, selama pemeriksaan, pelaku bersikap kooperatif dan menjawab semua pertanyaan yang diberikan penyidik.

“Dilihat secara kasat mata normal menjawab mengakui segala macam saya pikir orang ini normal,” kata dia.

Yogen mengatakan pelaku belum sampai memaksa korban untuk berhubungan badan.

“Tidak sampai (berhubungan badan), mungkin karena korban masih kecil,” imbuh dia. (tribun network/thf/Tribunnews.com/Wartakotalive.com/TribunJakarta.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas