Atasi Masalah Sampah Plastik, GIDKP Luncurkan Gerakan Guna Ulang Jakarta
Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan Zero Waste Living Lab (ZWLL) meluncurkan Gerakan Guna Ulang Jakarta.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan Zero Waste Living Lab (ZWLL) meluncurkan Gerakan Guna Ulang Jakarta.
Diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya telah memiliki peraturan pelarangan kantong plastik sejak tahun 2020.
Setelah dua tahun diterapkan, kesadaran masyarakat untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai semakin meningkat.
Untuk mencapai pengurangan sampah plastik sebesar 30 persen pada tahun 2025, Jakarta perlu memanfaatkan upaya pengurangan plastik sekali pakai, selain kantong plastik.
Setelah melakukan pelarangan, pengurangan sampah plastik sekali pakai dapat diatasi dengan menerapkan sistem guna ulang yang mudah dan terjangkau.
Baca juga: Aspal Campuran Sampah Plastik Kresek diterapkan di Jalan BSD City
Minimnya akses terhadap alternatif sistem guna ulang diyakini menjadi salah satu hambatan terbesar untuk mengadopsi gaya hidup ini.
Untuk itu, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan Zero Waste Living Lab (ZWLL) meluncurkan Gerakan Guna Ulang Jakarta.
Tujuan program ini untuk mewujudkan ekosistem yang dapat mendukung gaya hidup guna ulang di Jakarta.
Baca juga: Terungkap! Sampah Saset Paling Banyak Cemari Perairan Bali, Produsen Diminta Lakukan Ini
Selain itu, hadirnya program ini diharapkan dapat mengurangi plastik sekali pakai dari produk sehari-hari yang masih menjadi masalah utama.
Seperti kemasan makanan, kemasan produk rumah tangga dan kemasan plastik dari layanan pesan-antar makanan online.
DKI Jakarta perlu meningkatkan upaya pengurangan plastik sekali pakai.
"Karenanya, Gerakan Guna Ulang Jakarta melakukan intervensi dengan mengedukasi masyarakat tentang alternatif gaya hidup guna ulang,” ungkap Executive Director, GIDKP, Tiza Mafira di Cilandak, Jakarta Selatan, pada keterangan resmi, Jumat (15/7/2022).
Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyakini jika kegiatan ini akan memberikan banyak manfaat bagi lingkungan.
Serta menyadarkan kita semua untuk mulai berubah dan mengurangi konsumsi plastik sekali pakai.
Nantinya lingkungan yang akan ditinggali ini harus bisa kita wariskan kepada anak cucu kelak.
Baca juga: KLHK: Program Divert Sesuai SDGs Dalam Mengatasi Persoalan Sampah
"Karena itu, gerakan ini menjadi penting untuk kesadaran kita semua, kesadaran seluruh warga Jakarta. Saya sampaikan terima kasih atas terselenggaranya Gerakan Guna Ulang Jakarta,” kata Anies Baswedan saat memberikan kata sambutan.
Berkolaborasi dengan GIDKP adalah ZWLL Enviu, venture builder yang memberikan dukungan bagi start up yang ingin memberikan dampak bagi lingkungan dan komunitas.
Kemasan makanan serta produk rumah tangga atau peralatan makan sekali pakai masih mencemari perairan Jakarta.
Meskipun terlihat lebih ekonomis, sampah kemasan sekali pakai sulit untuk didaur ulang.
Sehingga, meningkatkan biaya pengelolaan sampah lokal dan menurunkan kualitas lingkungan.
"Gerakan Guna Ulang Jakarta memberikan kemudahan untuk mengadopsi gaya hidup guna ulang dengan dukungan portofolio Enviu yang terdiri dari startupstartup yang berambisi mengubah dunia,” kata Indonesia Program Lead, Zero Waste Living Lab, Enviu, Darina Maulana.
Startup berbasis teknologi binaan Enviu dan berpartisipasi dalam gerakan ini adalah QYOS, Koinpack dan ALLAS.
QYOS merupakan startup yang menyediakan mesin isi ulang otomatis untuk produk rumah tangga di toko-toko dekat kompleks perumahan.
Koinpack mengoperasikan sistem pengemasan inovatif yang dapat digunakan kembali untuk menggantikan sachet dan jenis kemasan sekali pakai lainnya dengan memberikan deposit dan insentif.
ALLAS adalah penyedia kemasan pengantaran makanan online berkelanjutan pertama di Jakarta.
Tiza pun menambahkan jika kolaborasi pemangku kepentingan sangat penting untuk menciptakan ekosistem guna ulang yang masif.
Perubahan besar-besaran ini membutuhkan keterlibatan dan komitmen semua pemangku kepentingan.
"Pemerintah sebagai regulator; produsen, pengecer dan perusahaan lain sebagai sektor bisnis, serta masyarakat sebagai konsumen,” kata Tiza.