Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Scream or Dance Jawab Aspirasi Komunitas Cosplayer

Daffa Leonard Davincent siap memberikan tempat kepada komunitas cosplay untuk meluapkan ekspresi sambil berteriak dan menari.

Penulis: Toni Bramantoro
zoom-in Scream or Dance Jawab Aspirasi Komunitas Cosplayer
Dok. pribadi
Cosplayer Teriakkan Suara Hati Berharap Bebas Berekspresi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Pelaksana Scream or Dance, Daffa Leonard Davincent siap memberikan tempat kepada komunitas cosplay untuk meluapkan ekspresi sambil berteriak dan menari.

“Saya siap mengajak para cosplayer untuk bisa meramaikan acara Scream or Dance di Jakarta pada 28 dan 29 Oktober
2022. Di sana, cosplayer bisa mendengarkan musik. Saya berharap, teman-teman cosplayer dan penggemar kostum
datang berkumpul agar bebas menuangkan ekspresi. Serta, memberikan apresiasi terhadap aktivitas dan antusiasme
kalian,” ungkap Daffa, Senin (29/82022).

Dalam acara Scream or Dance nanti, Daffa mengaku, pihaknya akan memberikan ruang, wahana seru, berbagai pertunjukkan, hingga penampilan dari artis Internasional.

“Saya berharap ajakan ini bisa berbuah baik untuk teman-teman yang ingin bebas berekspresi dalam acara Scream or
Dance,” jelas Daffa menjawab aspirasi cosplayer yang membutuhkan lokasi untuk berekspresi sambil berteriak dan
menari.

Daffa pun berharap, para cosplayer tetap dapat menjaga etika, perilaku dan norma-norma sosial selama acara Scream
or Dance berlangsung.

“Kami sudah siap memfasilitasi. Tapi, kami juga berharap acara Scream or Dance nanti berjalan aman, lancar dan
tertib. Nama baik Scream or Dance dan cosplayer harus dijaga,” pinta Daffa.

Suara Hati Cosplayer Komunitas cosplay sebelumnya pernah menyuarakan suara hati mereka. Keinginan untuk berekspresi sesuai dengan isi hati mereka diharapkan dapat diterima masyarakat, khususnya di Indonesia. Mereka berharap dapat menemukan tempat untuk berekspresi, berteriak sambil menari.

BERITA TERKAIT

Pelaku cosplay (permainan kostum) biasa disebut pemain kostum atau biasa disebut cosplayer. Salah satu cosplayer
berbakat di Indonesia adalah Monta, 23 tahun.

“Komunitas cosplay berharap bisa mendapat tempat atau lokasi untuk mengekspresikan diri. Tentunya, mereka juga
dapat membawa diri dan tetap memperhatikan norma-norma yang ada di Indonesia,” kata Monta di Jakarta, Sabtu lalu

Komunitas cosplay juga pernah meluapkan ekspresi mereka di sejumlah wilayah DKI Jakarta, Jumat (26/8) dan Sabtu
(27/8), antara lain MH Thamrin, Cipete, dan Lebak Bulus.

Dalam aksi yang berlangsung dua hari itu, komunitas cosplay turut membawa poster dengan tagar #screamordance. Tak
hanya itu, para mereka juga mengajak para cosplayer untuk bersatu tetap berekspresi dan menjunjung etika dan norma-
norma sosial di masyarakat.

Cosplay adalah istilah Bahasa Inggris buatan Jepang yang berasal dari gabungan kata costume (kostum) dan play
(bermain). Cosplay berarti hobi mengenakan pakaian beserta aksesori dan rias wajah seperti yang dikenakan tokoh-tokoh
dalam anime, manga, dongeng, permainan video, penyanyi dan musisi idola, dan film kartun.

Di Jepang, peserta permainan kostum bisa dijumpai dalam acara yang diadakan perkumpulan sesama penggemar (dōjin
circle), seperti Comic Market, atau menghadiri konser dari grup musik yang bergenre visual kei. Penggemar permainan
kostum termasuk pemain kostum maupun bukan pemain kostum sudah tersebar di seluruh penjuru dunia, yaitu
Amerika Serikat, Tiongkok, Eropa, Filipina, maupun Indonesia.

“Jadi sebenarnya kalau di Indonesia sendiri, gue merasa keresahan cosplayer itu karena komunitas kita dipandang
sebelah mata. Maksudnya, seperti main-main dan menjurus ke arah menampilkan tubuh seksi saja. Padahal, cosplaying is
more than that. Tapi, beruntung circle cosplayers gue nggak begitu sih. Kita yang normal-normal saja,” ujar Monta.

Monta mengungkapkan, sebagian besar cosplayer banyak yang mengalami sexual harassment. Namun, tidak dipungkiri,
kata Monta, ada beberapa cosplayer yang di-bully lantaran salah kostum dan akibat dari perilakunya sendiri.

“Contoh pertama, ada satu event di mall yang terbuka untuk umum. Lalu, ada salah seorang pria dengan tubuh kekar
memakai bunny maid suit. Selanjutnya, ada netizen di media sosial yang mempermasalahkan kostum pria tersebut.

Menurut netizen, kostum pria itu tidak senonoh lantaran memakai kostum di atrium mall. Di sana, semua orang bisa
melihat dengan jelas,” demikian pengakuan Monta.

Berdasarkan kondisi itu, Monta mengaku tidak memihak siapapun.

“Gue malah merasa kasihan kepada pria itu lantaran dia menjadi bahan bully di media sosial. Padahal, dia
sudah meminta maaf,” jelas dia.

Contoh kedua, kata Monta, adalah saat salah satu cosplayer Genshin Impact. Dia foto bersama dengan fans. Namun,
posenya yang tidak sesuai. Posisi cowok sedang tidur dan cewek berada di atas. Kejadian itu terjadi dalam sebuah
event.

“Jadi, nama komunitas cosplayer tercoreng gara-gara hal seperti itu. Kejadian buruk malah viral. Tapi, ada perwakilan
cosplayer mewakili Indonesia ke sebuah acara di luar negeri malah tidak muncul,” ujar Monta.

Menurut Monta, cosplay sama seperti fashion. Cosplay adalah bentuk ekspresi diri dan menampilkan hobi terhadap
pop culture.

“Mungkin, sebagian besar cosplayer hanya untuk bersenang- senang. Namun, ada juga mau serius menekuni sebagai
profesi. That’s also a good reason to cosplay,” papar Monta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas