Sosiolog: Kasus Wowon Cs Bukan Karena Terhimpit Kemiskinan, Tapi Tergila-gila Harta Duniawi
Trio pembunuh berantai (serial killer) di Bekasi dan Cianjur, Jawa Barat sontak membetot perhatian publik.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Trio pembunuh berantai (serial killer) di Bekasi dan Cianjur, Jawa Barat sontak membetot perhatian publik.
Wowon, Dede dan Solihin dengan keji menghabisi nyawa sembilan orang termasuk satu orang balita yang baru berusia dua bulan.
Selain menemukan jasad sembilan korban yang sudah menjadi kerangka di Bekasi dan Cianjur, Jawa Barat, polisi juga menemukan adanya aliran dana sebesar Rp 1 miliar diduga dari para TKW yang ditipu oleh Wowon Cs.
Terkait hal tersebut Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman(Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, Hariyadi mengatakan perlu melihat secara rinci kasus per kasus 'serial killer' yang bikin heboh saat ini.
Namun Hariyadi melihat faktor ekonomi yang dominan pada masing-masing kasus pembunuhan berantai tersebut.
"Namun para pelaku bukanlah orang-orang yang benar-benar sangat tersudut oleh situasi kemiskinan," kata Hariyadi.
Dosen Fisip Unsoed Purwokerto ini juga melihat ada sebuah hasrat yang sangat besar menguasai diri Wowon Cs.
Hasrat itu kata dia ingin meraih kesuksesan secara material.
Apabila kesuksesan material tersebut tidak terpenuhi lanjut Hariyadi, maka Wowon Cs merasa tidak memiliki martabat dan harga diri.
Karena itu mereka kemudian nekat menjadi pembunuh berantai dengan terlebih dahulu melakukan tipu daya muslihat seperti penggandaan uang, pengobatan alternatif dan lain sebagainya.
Baca juga: Silsilah Pelaku dan Korban Pembunuhan Berantai Wowon cs: Ada Istri, Anak, hingga Mertua Wowon
"Mereka merasa kalau enggak memiliki simbol-simbol itu seperti tidak menjadi manusia yang bermartabat. Martabat hanya diperoleh jika ada tanda-tanda keberhasilan secara material, dan hanya itu yang ada di benak mereka," ujarnya.
Itulah sebabnya menurut Hariyadi, Wowon Cs seperti mengabaikan sama sekali sistem-sistem nilai yang dikenal dan dianut di kalangan masyarakat dan melakukan tindakan-tindakan yang di luar nalar sehat.(Willy Widianto)