Penasihat Hukum Korban Gagal Ginjal Akut: Seluruh Tergugat Menghendaki Gugatan Gagal Sebelum Dimulai
Penasihat Hukum korban Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) Tegar Putu Hena respon tergugat kasus GGAPA kompak tolak gugatan yang diajukan di persidang
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat Hukum korban Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) Tegar Putu Hena respon tergugat kasus GGAPA kompak tolak gugatan yang diajukan di persidangan.
Adapun sidang lanjutan ke-4 Gugatan Class Action Kasus Gagal Ginjal Akut pada anak agenda tanggapan dari para tergugat disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023). Semua terdakwa menyatakan tolak gugatan.
"Dari apa yang disampaikan, bisa disimpulkan memang seluruh para pihak terdakwa 1 sampai 10 dan turut tergugat, itu menghendaki agar gugatan ini gagal sebelum dimulai. Itu bisa didengar sendiri," kata Tegar ditemui setelah persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Tegar melanjutkan sedemikian rupa para tergugat meyakinkan majelis hakim bahwa peristiwa matinya sekian banyak anak Indonesia bukan peristiwa hukum yang perlu dipersoalkan.
"Itu kesimpulan yang bisa kami tarik. Kami harap Majelis Hakim diputusan sela bisa mengabulkan perkara ini sebagai perkara class action. Karena ini sekali lagi menyangkut nyawa anak-anak Indonesia yang meninggal dunia, lumpuh dan siapa lagi yang bisa kita jadikan tumpuan harapan kalau bukan Majelis Hakim," sambungnya.
Tegar berharap Majelis Hakim bisa berpikir jernih melihat perkara yang menewaskan banyak korban jiwa dari anak-anak.
"Sehingga kita berharap Majelis Hakim bisa berpikir jernih dan kami yakin Majelis Hakim akan menilai perkara ini dengan bijak," harapnya.
Adapun sebelumnya Para tergugat dari kasus gagal ginjal pada anak kompak tolak gugatan perwakilan kelompok (class action) yang diajukan para keluarga korban.
"Pada intinya tergugat kedua sama dengan tergugat kesatu meminta Majelis Hakim yang Mulia yang memeriksa dan memutus perkara aquo untuk menyatakan bahwa gugatan pada tergugat tidak memenuhi syarat formal gugatan kelompok. Sebagaimana yang diisyaratkan, oleh karena itu para tergugat yang diajukan secara kelompok haruslah ditolak," kata tergugat PT Universal Pharmaceutical di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Sementara itu tergugat lainnya juga menyatakan hal yang sama meminta untuk Majelis Hakim menolak gugatan dari para korban kasus gagal ginjal akut pada anak.
"Bahwa berkas-berkas faktual gugatan dari penggugat dan para pihak yang mewakili kelompok class action dia atas bukan gugatan class action melainkan gugatan biasa. Karena belum dapat dibuktikan secara ilmiah penyebab terjadinya gagal ginjal," kata tergugat CV Mega Integra di persidangan.
Sama dengan tergugat CV Mega Integra, tergugat selanjutnya juga menyatakan hal yang sama menyatakan gugatan dari penggugat tidak sah.
"Gugatan para penggugat tidak sah karena tidak memenuhi gugatan perwakilan kelompok. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut tergugat enam memohon kepada Majelis Hakim memutuskan menerima tanggapan yang disampaikan tergugat enam. Dua menyatakan penggugat tidak layak mewakili wakil kelompok. Tiga menyatakan gugatan penggugat tidak sah," kata tergugat PT Logicom Solution di persidangan.
Sementara itu di persidangan Majelis Hakim memutuskan untuk sidang lanjutan dari kasus gagal sidang akut pada anak pada agenda putusan sela bakal diselenggarakan, Selasa (21/3/2023).
Baca juga: Bareskrim Geledah Gudang Distributor Milik Swasta di Kasus GGAPA, Obat-obatan Disita
Untuk informasi sekitar 50 keluarga pasien gagal ginjal akut pada anak untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) ke PN Jakarta Pusat.
Gugatan tersebut terdaftar pada 22 November 2022, dengan nomor perkara 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam gelar perkara tersebut, diketahui para keluarga korban menggugat sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan RI.