Cerita Ketua RT di Bojonggede Bogor, Ingin Lengser karena Nggak Tahan Sampah yang Menggunung
Gara-gara tumpukan sampah yang semakin menggunung, Komarudin sempat memutuskan ingin mundur dari jabatannya sebagai ketua RT 01/04 Kampung Masjid.
Penulis: Choirul Arifin

Dia kerap kali dicap tidak becus mengurusi persoalan sampah itu, sebab imbas dari sampah yang menggunung itu bisa menyebabkan banjir dan bau menyengat menghantui kawasan RT tetangga yakni RT. 05/04.
Banjir yang menggenangi kawasan RT 05/04 karena akses saluran air dari RT tersebut tertutup rapat oleh sampah serta pagar pembatas yang saat ini sudah dibuka kembali oleh warga RT. 05/04.
"Soal banjir yang di atas itu, saya sudah bilang ke Ketua RT 05/04 untuk kerahkan masyarakatnya guna membeli paralon agar tidak banjir biar airnya turun ke bawah soalnya kalau uangnya dari kita ya tidak mungkin, soalnya tempat sampah ini tanah DKM jadi terserah pemilik, mau ditutup mau nggak," paparnya.
Persoalan banjir itu Komarudin mengungkapkan dirinya sudah pernah meminta kepada ketua RT untuk memberitahukan kepada pemilik rumah serta kontrakan yang bermukim di area yang tak jauh dari sampah tersebut guna membeli paralon agar drainase air bisa kembali normal.
Menurutnya apabila hanya menunggu tumpukan sampah tersebut kembali normal itu terlalu sulit.
"Di situ kan banyak kontrakan milik orang Jakarta saya minta ke kepala RT buat mereka suruh patungan beku paralon. Sebenernya mereka juga (warga RT.05) dulu buang sampahnya di sini punya tempat sampah sendiri baru-baru aja sekitar 5 sampai 6 bulananlah," ungkapnya.
Menanggapi problem sampah yang menggunung di wilayahnya ini, Kepala Desa Bojonggede, Dede Malvina meminta Tempat Pembuangan Akhir Sementara ( TPAs) di Kampung Masjid yang berlokasi di RT 01/04 agar segera ditutup.
Dede Malvina menegaskan, jika pengurus warga tidak bisa mengelola sampah- sampah tersebut dengan baik, dia meminta lokasi yang selama ini menjadi tempat sampah sementara untuk ditutup.
Namun, ia juga meminta agar sampah- sampah tersebut terlebih dulu diangkut dengan menggunakan dana iuran warga yang dikelola oleh pengurus RT setempat.
"Tahun 2022 lalu pemuda menghadap ke saya untuk meminta solusi, saya katakan bila memang tidak bisa kelola lebih baik di tutup saja dan diangkut segera para petugas yang kelola iuran sampahnya," kata dia kepada TribunnewsBogor.com dalam keterangan tertulis, Minggu (11/6/2023).
Menurutnya, saat itu para pemuda meminta pihak Desa menyiapkan mesin pencacah sampah.
Namun hal tersebut urung dikabulkan lantaran harganya yang cukup mahal.
"Tidak semuadah itu juga menyediakan mesin pengurai karena biaya yang tinggi dan lokasi yang tidak mungkin dilaksanakan pembakaran pengurai sampah di sana," imbuhnya.
Ia menjelaskan, TPAs tersebut sudah pernah kami angkut dengan biaya Pendapatan Asli Desa (PAD) pada tahun 2018.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.