Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BMKG: Meningkatnya Emisi Gas Rumah Kaca Berdampak Pada Fenomena Perubahan Iklim

Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa meningkatnya emisi gas rumah kaca dapat berdampak pada fenomena perubahan iklim ekstrim

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in BMKG: Meningkatnya Emisi Gas Rumah Kaca  Berdampak Pada Fenomena Perubahan Iklim
Dok. pribadi
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati saat tampil di acara 2nd Stakeholders Consultation Meeting, The 10th World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia di Bali, 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa meningkatnya emisi gas rumah kaca dapat berdampak pada fenomena perubahan iklim ekstrim dan akhirnya mimicu krisis air bersih.

“Krisis air menjadi ancaman serius sekaligus nyata dan harus jadi perhatian seluruh negara. Salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara, mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut, dan berdampak pada fenomena perubahan iklim yang dapat memicu krisis air, krisis pangan dan bahkan krisis energi, serta meningkatnya frekuensi, intensitas dan durasi kejadian bencana hidrometeorologi,” ungkap Dwikorita, Jumat (13/10/2023).

Bumi Lebih Hangat Dibandingkan suhu 1 Abad Lalu

Dalam acara 2nd Stakeholders Consultation Meeting, The 10th World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia di Bali, Dwikorita menyampaikan bahwa bumi lebih hangat dibandingkan suhu 1 abad lalu

"World Meteorological Organization (WMO) pada tahun 2022 merilis data bahwa suhu bumi lebih hangat 1,15 derajat Celcius dibandingkan dengan rata rata suhu udara permukaan pada masa pra industri atau sekitar tahun 1850 sampai 1900," tutur Dwikorta yang juga merupakan anggota Dewan Eksekutif WMO.

Tidak Semua Negara Di Dunia Memiliki Akses Terhadap Air Bersih

Oleh karena hal tersebut maka, Dwikorita mendorong negara-negara di dunia untuk melakukan pemerataan sumber daya air bersih yang berkeadilan.

"Dampak dari variabilitas dan perubahan iklim sering kali dirasakan melalui air. Dinamika siklus air dan interaksinya dengan manusia menghasilkan pola ketersediaan sumber daya air yang bervariasi secara spasial dan temporal. Dampak ekstrem terkait krisis air akan sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keberlanjutan ekosistem," kata Dwikorita.

Untuk saat ini dalam laporan sementara (sampai dengan September 2023), data menunjukkan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah dunia.

Berita Rekomendasi

"Musim kemarau yang berkepanjangan akan menjadi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan air. Tantangan yang dihadapi seperti tidak meratanya akses distribusi air bersih, infrastruktur pengeloaan dan esktrasi air berlebihan yang menyebabkan penuruan muka air tanah. Semua hal tersebut merupakan tantang dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan terhadap ketersediaan air," ujar Dwikorita.

Pengelolaan Sumber Daya Air Secara Efisien Berbasis Ilmu Pengtahuan

Semua negara harus melakukan aksi mitigasi dan adaptasi secara sistematis dan kolaboratif, serta merumuskan kebijakan konservasi dan pengelolaan sumber daya air secara efisien berbasis ilmu pengtahuan.

"Ini penting untuk segera dilakukan karena air adalah kebutuhan dasar hidup manusia. Semakin menipisnya sumber air bersih yang tidak bisa mengimbangi populasi penduduk dunia, maka akan berujung pada krisis sosial," jelas Dwikorita.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas