Belajar dari Kasus di Jagakarsa, Anak Selalu Jadi Korban Terberat dari Konflik Orangtua
Suami atau pelaku ini marah ingin melampiaskan dendam kepada istrinya tapi kemudian tidak bisa melakukan secara langsung.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus tewasnya 4 anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, di tangan ayah kandung menjadi bukti nyata bahwa anak akan selalu menjadi korban paling berat dari konflik orangtuanya.
Pakar Psikolog Forensik Reza Indragiri mengatakan kondisi ini dikarenakan anak-anak secara umum memiliki kelemahan yang multidimensional.
Secara fisik, ujar dia, mustahil bagi anak untuk melakukan perlawanan secara frontal terhadap pihak yang akan menyakitinya.
Kemudian secara psikis juga anak tidak menduga bahwa pihak yang akan menyakitinya ternyata adalah orang tuanya.
"Anak relatif gampang dimanipulasi, diintimidasi. Demikian juga secara sosial barangkali tidak sedikit dari kita yang akan menganggap anak-anak tidak bermain-main saja ketika mencari pertolongan," ujar Reza Indragiri, Jumat (8/12/2023).
Baca juga: Motif Pembunuhan 4 Anak di Jagakarsa Diminta untuk Diungkap, Kementerian PPPA: Harus Diperjelas
Artinya secara sosial, anak pun mengalami kesulitan ketika mereka berada dalam situasi kritis dan ingin mencari bantuan.
"Kelemahan multidimensional semacam itulah yang ada pada diri anak dan pada kasus ini ternyata dimanfaatkan dalam tanda kutip sedemikian rupa oleh orang tuanya untuk kemudian memangsa dagingnya sendiri," ungkap dia.
Dalam kasus yang menyita keperihatinan ini, Reza menganalisa bahwa 4 anak menjadi korban balas dendam dan kemarahan luar biasa ayah mereka.
Hal itu terlihat dari pesan berdarah yang ditulis pelaku di TKP yakni "Puas Bunda Tx for All".
"Keempat anak yang bernasib malang itu menjadi sasaran revenge," kata dia.
Suami atau pelaku ini marah ingin melampiaskan dendam kepada istrinya tapi kemudian tidak bisa melakukan secara langsung.
Sehingga anak-anak menjadi sasaran aksi balas dendam.
Serta kemungkinan yang lain bahwa sang suami merasa kehilangan maka ini saatnya sang istri juga untuk merasakan perasaan kehilangan yang sama.
"Setelah sasaran utama perilaku agresif tidak bisa dijangkau (istri) oleh pelaku maka pelaku akan mencari objek lainnya yang dalam kasus ini objek pengganti itu adalah anak-anaknya sendiri," ungkap Reza Indragiri.
Pelaku Diduga Ayahnya
Seperti diketahui, jasad empat anak ditemukan dalam kondisi membusuk tergeletak berjajar di atas kasur, Rabu (6/12/2023) lalu.
Korban ditemukan di sebuah kamar kontrakan wilayah Jakarsa, Jakarta Selatan.
Pelaku diduga ayahnya sendiri yang empat hari sebelum kejadian melakukan kekerasan terhadap istrinya sendiri.
Saat kejadian, istri tidak berada di rumah dan sedang dirawat di rumah sakit.
Rumah Sakit Polri Kramat Jati mengungkap kondisi jasad empat anak saat dievakuasi.
Dari hasil pemeriksaan sementara tim forensik, keempat jenazah tersebut diperkirakan sudah meninggal lebih dari dua hari.
Kepala RS Polri Kramat Jati, Brigjen Pol Hariyanto, mengatakan polisi mencurigai adanya luka lebam pada bagian mata dan hidung jenazah usai dievakuasi.
"Dicurigai ada lebam di mulut dan hidung jenazah," kata Brigjen Pol Hariyanto dikutip, Jumat (7/12/2023) dari Kompas.com.
Meski begitu pihaknya masih belum bisa memastikan soal luka lebam tersebut.
Kata dia da beberapa kemungkinan yang membuat mata dan hidung jenazah tampak lebam saat ditemukan.
Salah satunya bisa terjadi akibat pembusukan lantaran jasad keempat anak itu ditemukan setelah tewas berhari-hari di dalam kamar.
"Jadi belum jelas (penyebabnya). Kalau kematiannya baru saja, lebam kan jelas kelihatan. Tapi karena ada pembusukan, warnanya hampir sama," terang ia.
Polisi perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengungkap penyebab kematian empat bocah malang tersebut.