Bentuk Perempuan Tangguh Hadapi Radikalisme dan Terorisme Melalui Logical Reasoning
Semakin meningkatnya penggunaan media sosial, ternyata dimanfaatkan secara licik oleh kelompok radikal untuk merekrut kaum hawa
Editor: Toni Bramantoro
Ia menyayangkan jika masih banyak perempuan yang terjebak pada doktrin yang mengharuskan mereka untuk tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak. Menurutnya, rasionalitas harus tetap hidup dalam menjalankan perintah agama, terlebih lagi jika membahas kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Prof. Musdah menerangkan, indoktrinasi bahwa perempuan harus memiliki ketaatan secara absolut tanpa adanya ruang argumentatif dan logis membuat kaum hawa lebih mudah dipengaruhi.
Karena itu, peran Pemerintah, tokoh masyarakat, cendekiawan, hingga keluarga sebagai cakupan terkecil masyarakat, penting untuk menanamkan kemampuan untuk mengkritisi suatu narasi atau argumentasi.
Dirinya juga memberi masukan jika upaya penanggulangan terorisme jangan hanya berupa program yang sifatnya ad-hoc atau sekali waktu saja.
Maraknya radikalisasi kaum perempuan, jika dibiarkan, akan memicu instabilitas yang akan mengacaukan Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi cambuk bagi Pemerintah untuk serius terhadap isu perempuan di tataran akar rumput (grassroot).
“Upaya penanggulangan intoleransi, radikalisme, dan terorisme sangat bergantung dari kepedulian negara dalam mengatasi berbagai isu perempuan Indonesia. Bentuk edukasi yang dibutuhkan tentunya tidak cukup hanya diskusi publik saja, namun diperlukan program yang langsung menyentuh para guru, ibu rumah tangga, hingga kelompok pengusaha dan korporasi. Kaum perempuan dan kelompok masyarakat lainnya perlu dicerahkan secara berkesinambungan tentang bahaya radikalisme dan terorisme,” jelas Prof. Musdah.