Kata-kata Provokasi Senior STIP sebelum Korban Tewas, 'Kasih Paham' hingga 'Mayoret Terpercaya'
Polres Metro Jakarta Utara menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus penganiayaan di STIP. Tersangka merupakan taruna tingkat 2 yang berada di TKP.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak empat taruna tingkat dua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan terhadap Putu Satria Ananta Rustika (19).
Tegar Rafi Sanjaya (21), merupakan tersangka utama dan tiga temannya baru ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mengumpulkan bukti rekaman CCTV dan hasil visum korban.
Ketiga tersangka baru yakni KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Mereka berada di lokasi penganiayaan dan memprovokasi Tegar melakukan pemukulan.
Diketahui, Putu Satria tewas usai dipukul Tegar di toilet gedung STIP pada Jumat (2/5/2024) pagi.
Saat kejadian, korban dibariskan bersama empat temannya yang masih taruna tingkat satu.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan keempat tersangka memiliki peran yang berbeda.
Tersangka FA berperan memanggil korban dan empat temannya dari lantai 3 ke lantai 2.
Korban dan teman-temannya dianggap melanggar lantaran masih mengenakan seragam olahraga yang seharusnya sudah mengenakan seragam dinas STIP.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'," ungkapnya menirukan teriakan tersangka, Rabu (8/5/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.
FA juga terekam kamera CCTV berdiri di depan toilet untuk mengawasi.
Baca juga: 3 Tersangka Baru Kasus Taruna STIP Aniaya Junior hingga Tewas, Berperan Jadi Provokator
Kombes Pol Gidion menambahkan, tersangka WJP memprovokasi Tegar melakukan hukuman kekerasan ke korban.
WJP juga meminta korban membuktikan kekuatan fisiknya saat menerima hukuman pukulan.
Menurutnya, kata-kata provokasi yang digunakan tersangka hanya dipahami sesama taruna sehingga penyidik mendatangkan ahli bahasa menjadi saksi.
"Saudara W mengatakan 'jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," lanjutnya.
Sedangkan peran KAK menunjuk Putu sebagai orang pertama yang mendapat hukuman.
Keempat teman korban selamat dari hukuman lantaran korban langsung pingsan setelah menerima pukulan.
Baca juga: Fakta 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP: dari Peran hingga Terancam 15 Tahun Penjara
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan 'adikku aja nih, mayoret terpercaya'."
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," ucapnya.
Ia menyampaikan Tegar menjadi tersangka utama dan dapat dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.
Sementara tiga tersangka lain dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya. Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55. (Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," bebernya.
Sebanyak 43 saksi telah diperiksa sebelum polisi menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus ini.
"Taruna tingkat 1 dan tingkat 2 serta tingkat 4 sebanyak 36 orang, pengasuh STIP, kemudian dokter klinik STIP, dokter rumah sakit Tarumajaya, ahli pidana, dan ahli bahasa," pungkasnya.
Baca juga: Pelaku Penganiayaan Taruna STIP Diduga Lebih dari Satu, Polisi Cek CCTV dan Periksa Sejumlah Saksi
Rekaman CCTV
Beredar rekaman CCTV lima taruna di STIP Jakarta membopong Putu Satria Ananta Rustika yang tak sadarkan diri.
Putu Satria dibawa dari toilet menuju klinik STIP seusai dianiaya seniornya, Jumat (4/5/2024) pagi.
Meski sempat mendapat perawatan, taruna asal Bali tersebut dinyatakan tewas.
Lima senior yang membopong korban tampak mengenakan seragam dinas STIP Jakarta, termasuk tersangka penganiayaan, Tegar Rafi Sanjaya (21).
Tegar telihat mendekap dua lengan korban dan berjalan menysuri lorong gedung KALK C.
Kondisi gedung saat itu ramai, namun para taruna lain tak membantu membopong korban.
Kuasa hukum korban, Tumbur Aritonang, meminta pihak STIP membantu proses penyelidikan dengan memberikan semua bukti.
Menurut Tumbur Aritonang, bukti yang dimiliki STIP dapat mengkungkap fakta-fakta lain dalam kasus ini.
Baca juga: Kemenhub Buka Suara Soal Nasib 12 Taruna STIP Jakarta yang Dibawa Polisi Buntut Tewasnya Putu Satria
Selain itu, pihak STIP diminta untuk tidak mengintervensi taruna lain yang berstatus saksi dan berada di lokasi penganiayaan.
"Begini, kejadian ini kan di internal sekolah, spesifiknya itu kan di toilet pria, itu kan lingkungan STIP, pasti STIP lah yang punya semuanya, dari mulai CCTV."
"Terus saksi itu kan taruna STIP semua, jadi STIP sangat berperan penting untuk membongkar perkara ini," tuturnya.
Ia berharap dengan terbongkarnya kasus ini menjadi evaluasi untuk instansi pendidikan agar tidak terjadi kasus serupa.
Ibu Tegar Pingsan
Paman Tegar, Triyono, mengatakan ibu tersangka kecewa dengan aksi kekerasan yang mengakibatkan taruna tewas.
"Saat kejadian saya langsung hubungi ibunya (Sri). Lalu mengunjungi rumahnya."
"Kondisi ibunya seperti habis pingsan syok sepertinya," paparnya, Minggu (5/5/2024).
Baca juga: Mantan Taruna Ungkap Perpeloncoan di STIP Jakarta: Wajib Panggil Nior dan Dipukul Kakak Tingkat
Setelah sadar, Ibu Tegar langsung melampiaskan kekecewaannya melalui sambungan telepon.
"Ya Allah Tegar tega sekali sama mama. Mama cari uang buat kamu bangun pagi, pulang malam. Kamu tega begitu sama mama," ucap Triyono menirukan perkataan Sri.
Pihak keluarga bahkan mengosongkan rumah yang terletak di Kampung Bulak, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat, karena masih syok dengan kejadian ini.
Pelaku Diduga Iri dengan Pencapaian Korban
Saat diperiksa, Tegar mengaku melakukan penganiayaan karena korban masih mengenakan seragam olahraga.
Pemukulan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan hukuman kepada korban yang masih junior.
Namun, keluarga korban menduga ada motif lain dalam kasus ini.
Paman korban, Nyoman Budiarta, ikut mendampingi keluarga berangkat ke Jakarta untuk menjemput jenazah.
Baca juga: Ini Rekaman CCTV Detik-detik Tubuh Putu Satria Dibopong 5 Taruna STIP Usai Insiden Penganiayaan
Menurutnya, pelaku penganiayaan lebih dari satu orang lantaran senior korban juga ada di TKP.
“Mungkin banyak orang (pelaku). Masih ada pemeriksaan oleh kepolisian," ungkapnya, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari TribunBali.com.
Nyoman Budiarta menyampaikan korban diberi kesempatan berangkat ke Tiongkok sehingga membuat seniornya iri hati.
“Informasi dari pembinanya, keponakan saya ini lolos mayoret dan akan dikirim ke China (Tiongkok)," terangnya.
Pihak keluarga berharap pelaku penganiayaan dihukum seberat-beratnya.
Ia juga meminta kepolisian mengusut kasus ini hingga tuntas.
“Hasil autopsi mungkin nanti diungkap di pengadilan. Kami menuntut keadilan, agar tidak ada yang ditutup-tutupi dari kasus ini. Tersangka bisa dihukum seberat-beratnya," tegasnya.
Jenazah sementara berada di RSUD Klungkung, Bali sembari menunggu prosesi upacara Ngaben pada Jumat (10/5/2024) mendatang.
Sebagian artikel telah tayang di TribunBali.com dengan judul Tangisan Pilu Sang Ibu di Peti Mati Putu Satria dan Muncul Dugaan Kecemburuan Senior dan TribunJakarta.com dengan judul Total 4 Senior yang Terlibat Penganiayaan Putu Jadi Tersangka, Semuanya Terancam 15 Tahun Penjara
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo) (TribunBali.com/Eka Mita)