Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Dugaaan Larangan Penggunaan Jilbab di RS Medistra, Ketua PB IDI: Salahi Aturan UU

PB IDI memberikan pendampingan kepada dokter Diani yang sebelumnya melayangkan surat protes kepada RS Medistra terkait larangan penggunaan jilbab

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Erik S
zoom-in Soal Dugaaan Larangan Penggunaan Jilbab di RS Medistra, Ketua PB IDI: Salahi Aturan UU
Kolase Tribunnews.com
Foto dokter Diani Kartini yang viral karena protes masalah jilbab di RS Medistra. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Ketua Pengurus Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI Muhammad Adib Khumaidi buka suara terkait dugaan larangan penggunaan hijab bagi dokter yang ingin bekerja di RS Medistra, Jakarta.

Ia menyayangkan, ada RS ternama di Jakarta yang diduga melakukan diskriminasi terhadap calon pekerja, lantaran secara hukum kebebasan beragama dilindungi secara undang-undang.

Hal ini merujuk pada Pasal 28 E ayat (1), (2) UUD 1945. 

Baca juga: Profil Diani Kartini, Dokter yang Viral Protes Masalah Jilbab di RS Medistra, Ini Sederet Titelnya

Pasal 28E ayat 2 berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Pasal 22 menyebutkan, negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Berita Rekomendasi

"Kami sangat menyayangkan kalau sampai ada fasilitas pelayanan kesehatan yang kemudian memberikan pelarangan-pelarangan terkait dengan ini karena kebebasan beragama itu sudah dilindungi oleh undang-undang,"ungkap dia dia di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Dr. Adib mengatakan, dalam sumpah profesi dokter, seorang tenaga kesehatan dilarang memilih-memilih pasien dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Karenanya, dokter harus melayani siapa saja tanpa memandang suku, ras dan agama.

"Dan di kami, di profesi kami, disumpah dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan tanpa melihat suku agama. Jadi independensi profesi itu jelas ada. Sehingga saat ada satu fasilitas pelayanan kesehatan yang melarang (pakai hijab) dari sisi hukum negara pun itu sudah menyalahi," jelas dia 

Pihaknya juga berupaya memberikan pendampingan kepada dokter Diani yang sebelumnya melayangkan surat protes kepada RS Medistra terkait larangan penggunaan jilbab.

Baca juga: MUI: Dugaan Larangan Berhijab di RS Medistra Jakarta Perlu Diusut Polisi

"Kami siap untuk back up beliau dalam aspek ini karena apa yang dilakukan beliau adalah sebuah langkah yang memang negara juga sudah melindungi," tegas dr.Adib.

Di kesempatan berbeda, Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar IDI Beni Satria mengatakan bahwa mengenakan jilbab sepenuhnya merupakan hak asasi yang pekerja miliki dan tidak bisa dilarang oleh Rumah Sakit/Perusahaan.

Beni menyarankan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang dilarang menggunakan hijab oleh rumah sakit melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Perbuatan itu sebagai perlakuan diskriminasi terhadap pekerja atas dasar agama, perbuatan tersebut juga dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi pekerja untuk melaksanakan ibadah," tutur Beni kepada wartawan.

RS Medistra Minta Maaf

Pasca viral dan jadi sorotan, RS Medistra Jakarta meminta maaf.

 Manajemen RS Medistra menyampaikan permohonan maaf dan menyesali terjadinya 
kesalahpahaman dari proses interview yang dilakukan oleh salah satu karyawan RS Medistra

RS Medistra mengklaim, selalu patuh dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku, dan berkomitmen untuk senantiasa menghargai keberagaman serta memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan tanpa memandang gender, suku, ras, agama dan golongannya (SARA).  

Baca juga: Kemenkes Buka Suara soal Polemik Pelamar Dilarang Berhijab di RS Medistra

"Kami sama sekali tidak melarang penggunaan hijab bagi para pegawai yang menggunakan hijab saat bertugas. RS Medistra sangat menghormati dan menghargai atas semua perbedaan keyakinan, serta menjamin hak seluruh karyawan untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing," ujar Direktur Utama Dr. Agung Budisatria, MM, FISQua di Jakarta, Senin (2/9/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas