Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Arsitek Terbaik Jepang : Untuk Atasi Macet Jakarta, Pemilik Mobil Mewah harus Dikenakan Pajak Tinggi

Kalau mobil mewah dipajaki tinggi maka mobil angkutan umum diturunkan pajaknya supaya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar lagi

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Arsitek Terbaik Jepang : Untuk Atasi Macet Jakarta, Pemilik Mobil Mewah harus Dikenakan Pajak Tinggi
Richard Susilo
Peraih Nobel Arsitek (Pritzker Architecture Prize) dari Jepang, Riken Yamamoto sangat berharap agar sistem kampung di Indonesia dapat dilestarikan oleh kalangan arsitek Indonesia sendiri. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -    Arsitek terbaik Jepang, Riken Yamamoto (79) yang menggeluti arsitek komunitas lokal ikut berkaitan juga dengan lalu lintas masyarakat setempat (lokal), menyarankan tarif pajak tinggi sekali bagi pemilik mobil mewah  sebagai upaya mengatasi kemacetan dengan baik, khususnya di Jakarta.

"Mungkin bisa dikenakan tarif pajak tinggi sekali bagi pemilik mobil mewah di Jakarta, bagi orang kaya raya.

Promosikan angkutan massal setempat misalnya penggunaan bis umum, kereta api, taksi (termasuk taksi motor) dan bajaj," ungkap Yamamoto khusus kepada Tribunnews.com sore ini (18/9/2024).

Peraih  Nobel Arsitek (Pritzker Architecture Prize)  mengatakan, kalau mobil mewah dipajaki tinggi maka mobil angkutan umum diturunkan pajaknya supaya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar lagi, tingkat kehidupan bisa jauh lebih baik.

Kemacetan di Jakarta menurutnya karena orang kaya banyak sekali menggunakan mobil.

Satu orang satu mobil, satu keluarga lima orang sudah 5 mobil mungkin.

Baca juga: Mengenal Sosok Riken Yamamoto, Penerima Nobel Arsitektur dari Jepang

Berita Rekomendasi

"Jadi sebaiknya masyarakat Jakarta dihimbau pakai kendaraan umum yang aman nyaman sehingga bisa dipakai banyak orang, bukan menggunakan mobil pribadi satu per satu," katanya.

Demikian pula perusahaan global di Indonesia dipajaki tinggi sekali dan uang tersebut bisa diberikan ke pemerintah daerah jangan  ke pemerintah pusat.

"Pajaki perusahaan global raksasa yang tinggi dan setor uang pajak ke daerah. Mengapa? Kalau perusahaan global itu pindah ke luar atau bangkrut maka tempat itu bisa diberdayakan jadi bisnis lokal sehingga tetap bisa memajukan masyarakat setempat dari uang simpanan daerah tersebut sedangkan kalau ke pemerintah pusat uangnya, repot nanti saat mau menggunakannya untuk kesejahteraan masyarakat setempat," katanya.

Yamamoto juga bicara mensejahterakan masyarakat lokal terutama yang hidup di daerah kumuh (slam) dengan menata komunitas lokal menekankan sistim pengairannya.

"Dibuat gorong-gorong yang baik di bawah tanah dan di atasnya adalah lokasi slam tersebut, tidak berubah tidak dipindahkan, tetapi diperbaiki dan sistim pembuangan air besar dan penyediaan air dari air hujan pada tong-tong besar.

Dengan demikian masyarakat slam lokal setempat tidak kesulitan air untuk berbagai fungsi kehidupan.

"Penyediaan air bersih juga sangat penting bagi masyarakat lokal. Kalau sistim pembuangan air (drainage) sudah bagus maka penyediaan air bersih pun akan lebih mudah bagi masyarakat lokal," katanya.

Lokasi slam yang telah diperbagus itu bisa dibuatkan toko-toko jualan masyarakat setempat sehingga semakin memutar perekonomian setempat dengan baik pula.

Ada pula lokasi untuk stage performance bisa kumpul bersama ada pertunjukan dan lainnya sehingga hubungan antar masyarakat komunitas lokal bisa berjalan baik dan semakin baik, sarannya lebih lanjut.

"Jadi jangan bongkar lokasi slam lalu dibuat mall gedung-gedung besar, itu akan menghilangkan local identity masyarakat setempat," tekannya lebih lanjut.

Sementara itu bagi para pengusaha UKM Handicraft Indonesia dan pecinta Jepang   dapat bergabung gratis ke dalam whatsapp group Pecinta Jepang dan Handicraft dengan mengirimkan email ke: info@sekolah.biz  Subject: WAG Pecinta Jepang/Handicraft. Tuliskan Nama dan alamat serta nomor whatsappnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas