Di Perbatasan Indonesia-Filipina, MPR Segarkan Empat Pilar
Di hadapan ratusan peserta, Mangindaan mengatakan warga Kepulauan Sangihe berkumpul di sini untuk menyegarkan kembali nilai-nilai Pancasila.
Editor: Content Writer
Mulai pukul 08.00 Waktu Indonesia Bagian Tengah, pelajar, aparatus sipil negara, tokoh masyarakat, tokoh agama, baik satu persatu maupun secara rombongan datang ke Pendopo Santiago, Rumah Dinas Bupati Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Pada hari Rabu, 26 September 2018, di gedung yang berbentuk joglo itu digelar Sosialisasi Empat Pilar MPR. Sosialisasi kali ini sangat istimewa sebab sosok yang popular di Sulawesi Utara, E. E Mangindaan, hadir.
Mangindaan yang hadir dengan kapasitas Wakil Ketua MPR dalam acara itu didampingi oleh anggota MPR dari Fraksi PAN Bara Hasibuan dan anggota MPR dari kelompok DPD Stevanus.
Di hadapan ratusan peserta, Mangindaan mengatakan warga Kepulauan Sangihe berkumpul di sini untuk menyegarkan kembali nilai-nilai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. "Saya bersyukur bisa bersosialisasi dan bersilaturahmi dengan masyarakat," ungkapnya.
Menurut mantan Gubernur Sulawesi Utara itu, Sangihe merupakan garda terdepan bangsa Indonesia di utara yang berbatasan dengan Filipina.
"Saat menjabat gubernur, Sangihe saya sebut sebagai Benteng Pancasila", ujarnya.
Sebutan itu disematkan sebab di Sangihe sejak lama hidup nilai-nilai seperti yang terkandung dalam Pancasila. Untuk itu sebagai daerah yang berbatasan dengan negara lain, Sangihe diakui mempunyai peran strategis.
"Untuk menjaga perbatasan, masyarakat Sangihe tak perlu diragukan," ujarnya. "Ini bukan basa-basi," tambahnya.
Meski masyarakat daerah kepulauan itu tak diragukan lagi nasionalismenya namun Mangindaan tetap menyatakan perlu dilakukan sosialisasi.
"Ini refresh atau penyegaran kembali supaya kita kembali mengingat nilai-nilai Empat Pilar," paparnya.
Dikatakan, bangsa ini berada di wilayah strategis, di antara dua benua dan dua samudera. Sebagai wilayah yang strategis, Indonesia memiliki beragam suku, bahasa, budaya, dan agama.
Sebagai bangsa yang besar dan beragam, menurut Mangindaan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun luar.
Dalam kesempatan itu, alumni Akmil Magelang, Jawa Tengah, mengakui dirinya lama tidak berkunjung ke Sangihe. Begitu tiba kembali di kabupaten yang beribukota di Tahuna itu, dirinya kaget sebab sudah banyak kemajuan yang terjadi.
"Berarti Sangihe sudah masuk era globalisasi," paparnya.