Eksekusi Tuti, Disayangkan Arab Saudi Tak Patuhi Konvensi Wina
Eksekusi mati yang terjadi pada Tuti maupun TKI lainnya, disebut sebagai wujud lemahnya perlindungan pemerintah Indonesia kepada TKI.
Editor: Content Writer
“Kita perlu menciptakan lapangan kerja agar pencari kerja tidak perlu mencari rejeki di luar negeri," ujar Yandri Susanto, anggota MPR dari Fraksi PAN.
Ditambahkan, mengapa kita memasukan tenaga kerja asing kalau masyarakat sendiri masih membutuhkan lapangan kerja.
Yandri mengatakan demikian saat menjadi pembicara ‘Diskusi Empat Pilar MPR’ dengan tema ‘Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia’.
Diskusi yang digelar di ‘Press Room’, Komplek Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (5/11/2018), Yandri menuturkan, hukuman mati yang menimpa Tuti Tursilawati di Arab Saudi mengagetkan semua apalagi pemerintah tidak diberi notifikasi atau pemberitahuan.
“Padahal kasusnya sudah lama”, ujarnya.
Dirinya prihatin atas musibah yang menimpa TKI asal Majalengka, Jawa Barat, itu. Menurut kronologi sebenarnya Tuti membela diri atas kejahatan yang dilakukan oleh majikannya.
“Dia membela diri karena diperkosa," ungkapnya. Tuti pastinya tak akan melakukan hal yang demikian bila tidak ada sesuatu yang mengancam dirinya.
“Tuti tidak melakukan secara serta merta," ucapnya. Menurutnya TKI terkenal dengan kesantunannnya.
Dirinya heran mengapa majikan yang melakukan tindakan seperti itu malah tidak diproses secara hukum.
“Arab Saudi sangat disayangkan tidak melihat asal muasal kejadian," paparnya. Melihat hal yang demikian, masalah yang demikian tidak bisa didiamkan.
Eksekusi mati yang terjadi pada Tuti maupun TKI lainnya, disebut sebagai wujud lemahnya perlindungan pemerintah Indonesia kepada TKI.
Kasus hukuman mati yang mengancam TKI menurutnya tak hanya terjadi di Arab Saudi namun juga di negara Arab lainnya, Malaysia, bahkan China, dengan berbagai kasus.
Agar perlindungan TKI bisa maksimal, Yandri menginginkan agar bangsa Indonesia meningkatkan daya tawarnya. “Kita berharap siapapun pemimpinnya bisa melindungi TKI," tegasnya.
Agar kejadian tak terulang maka pemerintah diharap menginventarisir siapa-siapa lagi, TKI, yang akan terkena hukuman serupa dengan Tuti.
“Selanjutnya pemerintah harus berperan aktif," tegasnya. Pemerintah dalam melakukan perlindungan atau hubungan diplomasi, didorong tak hanya dilakukan secara formal, pertemuan tokoh informal seperti mempertemukan ulama besar juga merupakan salah satu siasat melindungi TKI.
Ichsan Firdaus, anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar yang juga menjadi pembicara dalam acara itu mengungkapkan sebenarnya MOU dengan Arab Saudi soal TKI sudah dijalin namun diakui negara kaya minyak itu tidak menjalankan hukum internasional, yakni ‘Konvensi Wina’. “Problem Arab Saudi di sini," ucapnya.
Untuk itu perlunya koordinasi dengan semua pihak agar Arab Saudi mematuhi Konvensi Wina. Ichsan menyebut sebenarnya dalam masalah ancaman hukuman mati, di antara TKI ada yang dibebaskan sehingga lepas dari hukuman itu.
Diakui pemerintah saat ini tengah moratorium TKI namun kalau melihat fenomena masyarakat di Sukabumi, Indramayu, Cirebon, dan daerah lainnya, ada keinginan moratorium itu dicabut.
Menanggapi yang demikian dirinya menegaskan moratorium jangan dicabut sebelum betul-betul ada perlindungan yang kuat. Untuk menciptakan kondisi yang demikian maka bangsa ini perlu mempunyai ’bargaining’ yang kuat.
Untuk melindungi TKI tak hanya ada kepastian hukum namun juga mengubah pola pengiriman tenaga kerja dari yang ‘unskill’ menjadi ‘skill’.
“Kita sudah mengirim tenaga kerja ke Korea Selatan dan Australia yang berdasarkan ‘man power;" tuturnya.
Ferdi Panggabean perwakilan BNP2TKI yang hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan sebenarnya pemerintah telah melakukan banyak langkah untuk melindungi TKI.
“Sayang beritanya tidak sampai kepada wartawan," ungkapnya. Dirinya berharap agar kasus yang menimpa Tuti tak terulang. “Kita akan mendampingi agar tak kecolongan lagi," ucapnya.