Pentas Seni Budaya Sunda dan Kuliner Lokal di Kota Bogor
Untuk merawat dan menjaga agar budaya dan kuliner lokal ini tidak punah adalah menjadi tugas kita semua, terutama saya sebagai anggota MPR.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Masih dalam suasana kenormalan baru (New Normal), sebagai dampak dari pandemi Covid-19, Pagelaran Seni Budaya Nasional sebagai salah satu metode Sosialisasi Empat Pilar MPR RI berlangsung.
Dengan menerapkan protokol kesehatan yang cukup ketat, Pagelaran Seni Budaya ini diselenggarakan di Aula Pusat Pengembangan Islam Bogor (PPIB) di Jalan Padjadjaran, Kota Bogor, Ahad siang (5/7/2020). Peserta sosialisasi Empat Pilar MPR adalah warga masyarakat Kota Bogor yang jumlahnya dibatasi.
“Sayang, sekarang ini kita masih dalam suasana menghadapi pandemi corona sehingga kita harus membatasi jumlah peserta. Tapi, untuk mereka yang tidak hadir bisa mengikuti acara ini lewat siaran live streaming di Youtube dan media sosial lainnya,” ujar Kepala Biro Humas Setjen MPR RI Siti Fauziah dalam laporannya selaku penyelenggara kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR ini.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang diberi amanat oleh Undang-Undang untuk menyelenggarakan Sosialisasi Empat Pilar MPR, menurut Siti Fauziah, memang punya komitmen untuk terus mengangkat dan ikut melestarikan seni budaya daerah yang ada di Indonesia ini. “Tekad itu ditunjukkan oleh MPR dengan memasukkan pagelaran seni budaya sebagai salah satu metode Sosialisasi Empat Pilar,” ungkap Bu Titi, sapaan akrab Siti Fauziah.
Untuk penyelenggaraan Pagelaran Seni Budaya di Kota “hujan” Bogor ini, MPR bekerjasama dengan Komunitas Iket Tatar Pakuan (Kitapak), sebuah komunitas seni Sunda yang hidup dan berkembang di Kota Bogor. Kesenian yang ditampikan adalah Karinding dan Celempung merupakan jenis kesenian Sunda, yang oleh Siti Fauziah dikatakan, kalau tak boleh dikatakan hampir punah, ya paling tidak sudah jarang diperlihatkan atau diperdengarkan.
“Alhamdulillah atas inisiasi anggota MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz kesenian Sunda ini bisa ditampilkan di Kota Bogor ini. Neng Eem memang sangat konsen terhadap pelestarian seni budaya daerah,” puji Siti Fauziah. Bahkan, bukan hanya seni budaya, dalam kesempatan ini, Neng Eem juga memperkenalkan kuliner lokal Kota Bogor yang punya historis, antara lain: laksa, toge goreng, tutut tumis (keong sawah), talas kukus, es bir kotjok, dan es pala.
Acara yang didahului pembacaan ayat-ayat suci Al-quran ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Fraksi PKB MPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa His. Pembukaan ini ditandai dengan membunyikan alat-alat musik oleh Neng Eeem, Siti Fauziah, Budi Muliawan (Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Biro Humas MPR), Lusiana (anggota DPRD Kota Bogor), Abah Ukar Sukandi (Ketua Kitapak), dan tamu udangan lainnya.
Selaku narasumber materi Empat Pilar MPR, Neng Eem menguraikan pentingnya seni budaya daerah dan kuliner lokal dalam memperkuat identitas bangsa kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai salah satu kota penyangga Ibukota Jakarta yang dikenal sebagai kota metropolitan maka secara otomatis kota-kota pengangga juga ikut menjadi metropolis, dan akibatnya budaya pun semakin heterogen.
Oleh karena itu, lanjut Neng Eem, kalau budaya lokal dan makanan lokal tidak dirawat maka akan punah. “Untuk merawat dan menjaga agar budaya dan kuliner lokal ini tidak punah adalah menjadi tugas kita semua, terutama saya sebagai anggota MPR,” ujarnya.
Salah bentuk kegiatan untuk merawat budaya dan makanan lokal adalah melalui kegiatan pagelaran seni budaya dan kuliner lokal Kota Bogor ini. Tujuan kegiatan ini, jelas Neng Eem, agar kita tetap mencintai seni budaya lokal dan kuliner lokal, khusus untuk Kota Bogor adalah seni budaya Sunda dan kuliner lokal Kota Bogor.
Lebih lanjut Neng Eem menyatakan, mencintai budaya Sunda, mencintai makanan Sunda, merupakan bentuk upaya mempertahankan identitas kita sebagai warga negara Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia yang memiliki banyak sekali budaya bangsa, tentu saja budaya Sunda yang ada di Kota Bogor ini menunjukkan bagian dari kebhinnekaan itu sendiri.
“Jadi, kalau kita mencintai budaya lokal dan mencintai makanan lokal maka kita tak akan tercerabut dari akar budaya kita, dari identitas kita, dan tentu akan memperkuat identitas bangsa kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucap Neng Eem.