Saifullah Tamliha: Pancasila Masuk Kurikulum Pendidikan, Koreksi Total Pada Era Reformasi
Saat ini sosialisasi Pancasila dilakukan oleh MPR dan BPIP. Bila mengandalkan dua lembaga negara tersebut, menurut Saifullah Tamliha tidak cukup.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Saat menjadi pembicara dalam ‘Diskusi Empat Pilar MPR’ di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, 13 Juli 2020, yang bertema ‘Membentuk Karakter Bangsa: Pancasila Masuk Kurikulum Pendidikan?’, anggota MPR Fraksi PPP, Saifullah Tamliha, menceritakan ketika dirinya sekolah kerap menjadi juara dalam lomba cerdas cermat dan pidato tentang Pancasila. Diakui pada masa Orde Baru, di bangku sekolah hingga kuliah diberi mata pelajaran Pancasila, lewat PMP atau mata kuliah Pancasila.
Ketika era reformasi dimulai dan berjalan, semua produk atau kebijakan yang dikeluarkan oleh orde baru dianggap tidak baik. Dari sinilah Saifullah Tamliha menyebut mata pelajaran PMP di sekolah-sekolah terdampak, yakni ikut dihilangkan. Tidak hadirnya PMP dalam dunia pendidikan, menurut politisi asal Kalimantan Selatan itu membuat bangsa ini kehilangan roh kebangsaan. “Hilang selama reformasi berlangsung,” ujarnya.
Diungkapkan, saat MPR di bawah kepemimpinan Taufik Kiemas, Pancasila kembali disosialisasikan lewat Sosialisasi 4 Pilar MPR. Selama menjadi anggota MPR, Saifullah Tamliha menceritakan kerap melakukan sosialisasi Pancasila. “Saya kerap melakukan Sosialisasi 4 Pilar,” ujarnya di hadapan puluhan wartawan yang mengikuti acara itu. Dari sosialisasi yang dilakukan masyarakat menunjukan minat yang sangat besar.
Ditegaskan oleh Saifullah Tamliha bahwa warga negara harus memiliki roh kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu dirinya menyebut sangat baik apabila anak-anak sekolah diberi materi ideologi kebangsaan. “Anak saya tiga, semuanya lahir di masa reformasi,” ucapnya.
Kehampaan materi ideologi di sekolah perlu diisi. Memberi materi Pancasila sejak kecil dikatakan sangat penting sebab pada masa itu materinya mudah masuk ke dalam jiwa anak bangsa. “Jadi Pancasila perlu masuk dunia pendidikan,” tuturnya. “Masuknya Pancasila dalam dunia pendidikan merupakan koreksi total dari era reformasi,” tambahnya.
Saat ini sosialisasi Pancasila dilakukan oleh MPR dan BPIP. Bila mengandalkan dua lembaga negara tersebut, menurut Saifullah Tamliha tidak cukup. Perlu tokoh lain yang melakukan hal serupa. “Siapa tokoh lain yang perlu melakukan sosialisasi?’ tanyanya. Jawaban itu dijawab sendiri oleh Saifullah Tamliha dengan menyebut, “guru”.
Ia yakin bila nilai-nilai Pancasila hidup dalam benak masyarakat Indonesia, akan membuat Indonesia maju. “Juga tidak akan ada koruptor,” tegasnya.
M. Nabil Haroen dalam kesempatan yang sama mengatakan, tema yang diangkat dalam Sosialisasi Empat Pilar metode diskusi itu sangat menarik. “Sehingga membuat saya hadir,” ujar anggota MPR dari Fraksi PDIP. Kegiatan yang digelar mulai pukul 13.00 WIB menurutnya akan dicatat menjadi bagian dari sejarah bila Pancasila benar masuk dalam kurikulum.
Diungkapkan oleh pria yang akrab dipanggil Gus Nabil, selama ini Pancasila hanya menjadi narasi dan masih miskin implementasi. Hal demikian bila dibiarkan akan membahayakan. Sama dengan Saifullah Tamliha, dirinya juga pernah merasakan hidup semasa Orde Baru sehingga merasakan pendidikan Pancasila di sekolah. Menurut Gus Nabil seharusnya bangsa ini menjaga hal-hal yang baik. “Dulu PMP baik dan seharusnya dipertahankan,” tegasnya.
Sebagai anggota MPR, saat sosialisasi dirinya merasa bahwa Pancasila adalah sesuatu yang penting. Disebut banyak negara yang ingin mengadopsi nilai-nilai Pancasila. Pancasila tak hanya perlu masuk dalam kurikulum pendidikan namun juga perlu masuk dalam sendi-sendi kehidupan bangsa dan bernegara. “Mari kita kawal dan implementasikan Pancasila,” ajak Gus Nabil kepada semua.