Pendidikan di Tengah Masa Pandemi Covid-19, Wakil Ketua MPR Ingatkan Bahaya Learning Lost
Hal demikian dikatakan oleh perempuan pengusaha itu sebab pendidikan merupakan prioritas pembangunan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) adakan diskusi Empat Pilar yang bertemakan “Hari Pendidikan Nasional dan Tantangan Mereka Belajar di Tengah Pandemi” di Media Center, Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (3/5/2021) lalu. Dalam acara diskusi tersebut turut hadir pula Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat atau yang biasa dipanggil dengan ‘mba Rerie’.
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, partisipasi pendidikan di negara ini masih rendah meski diakui ada peningkatan namun hal demikian masih meninggalkan permasalahan yang ada. Sebagai negara yang geografisnya luas, bentangan wilayah yang ada merupakan tantangan tersendiri bagi keberlangsungan pendidikan di tanah air. Lebih lanjut dikatakan oleh Politisi Partai Nasdem itu selain masih rendahnya tingkat partisipasi pendidikan juga belum maksimalnya pentingnya dan pemahaman tentang pendidikan dan mengenal kebudayaan.
Diakui masa pandemi Covid-19 membuat sektor pendidikan sangat terpukul. “Pandemi membuat gerak masyarakat terbatas sehingga proses belajar tak lagi di sekolah,” tuturnya.
Dirinya berharap dalam masa pandemi yang belum usai, apalagi kasus tsunami Covid-19 di India yang demikian ganasnya, ada acara baru dalam proses belajar.
Dalam masa dunia terkena wabah ini di Indonesia ada sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) namun hal demikian mempunyai banyak kendala terutama masalah jaringan internet. “Kalau di kota-kota besar, akses internet mudah, nah masalahnya bila sekolah berada di daerah pelosok,” ungkapnya.
Akibat pandemi menurut Lestari membuat ada sekitar 60 juta siswa harus belajar di rumah. “Sayangnya tak semua siswa bisa belajar lewat PJJ secara ideal,” ujarnya.
Akibat pandemi yang berlangsung hampir dua tahun dan kapan berakhir semua tidak tahu membuat Lestari khawatir kita akan berhadapan dengan ‘learning lost’. Masalah ini dikatakan jangan dianggap main-main. Ia mengatakan satu tahun lalu ada anak masuk Kelas I SMP dan sampai sekarang belum masuk sekolah. Akibat dari lamanya tak pergi ke sekolah membuat Lestari menyebut ada dampak kesehatan mental yang menimpa para siswa. “Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah,” tegasnya.
Hal demikian dikatakan oleh perempuan pengusaha itu sebab pendidikan merupakan prioritas pembangunan. Diakui dalam masa pandemi pemerintah belum bisa menerapkan ekosistem pembelajaran yang ideal. “Masih banyak warga yang belum memperoleh kesempatan belajar,” tuturnya. PJJ yang ada dikatakan perlu dievaluasi.
Timbulnya ‘learning lost’ juga diakui oleh Anggota MPR Fraksi PKB, Syaiful Huda, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi itu. “Kita memperingati Hari Pendidikan Nasional di tengah munculnya ‘learning lost’,” ungkapnya.
Syaiful Huda mengutip beberapa survei yang menyebut PJJ efektif namun saat dirinya kunjungan kerja ke berbagai daerah dan berbicara dari hati ke hati dengan kepala sekolah, ternyata efektifitas PJJ hanya 30 persen. “Rendahnya efektifitas PJJ kita maklumi sebab pendidik dan siswa masih beradaptasi dengan teknologi,” ungkapnya.
Perubahan pada PJJ tidak hanya, siswa-siswa yang biasanya belajar di kelas sekarang mereka belajar di luar kelas. Syaiful Huda berharap kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim agar memanfaatkan kondisi yang ada menjadi momentum untuk bangkit.
“Misalnya dengan menerapkan pendidikan yang berbasis pada media digital,” tuturnya.
Masa pandemi Covid-19 dikatakan oleh Syaiful Huda rupanya menelanjangi proses pendidikan di Indonesia.
“Ternyata kita tidak siap PJJ karena soal akses internet. Nah kita juga belum bisa menerapkan prokes di sekolah,” tambahnya.
Apa yang ada menurutnya harus dijadikan hikmah dan pelajaran. “Dengan fakta itu membuat pemerintah bisa membangun program-program yang konkret,” ujarnya.
Terkait ‘learning lost’, pengamat pendidikan Indra Charismiadji menyebut bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami ‘learning lost’ sejak 20 tahun yang lalu. Dirinya menggunakan data-data dari media dan data asing. “Contohnya kemampuan matematika siswa di Indonesia rendah,” ungkapnya.
Dirinya mengatakan seharusnya pendidikan di negara ini sudah harus berbasis pada digital. “Karena arah pendidikan masa depan ke sana,” ujarnya.