HNW: Sila Pertama Pancasila Adalah Sisi Spiritual yang Tak Tergantikan
Hidayat menyorot soal pihak-pihak yang menjadikan tuhan, agama dan simbol-simbol agama menjadi bahan olok-olok dan lucu-lucuan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyampaikan simpati dan duka mendalam kepada masyarakat Lumajang Jawa Timur karena meletusnya gunung Semeru, pada Sabtu (4/12/2021) sore. Hidayat mendoakan, mereka yang sakit akibat ledakan Semeru segera sehat kembali, pulih seperti sediakala.
Hidayat juga berharap Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia aman sejahtera. Jauh dari bencana dan marabahaya lainnya. Sehingga penduduknya bisa hidup tentram dan sejahtera.
"Semoga yang menjadi korban pada bencana tersebut, meninggal secara syahid dan diganjar oleh Allah SWT, dengan surga di akhirat nanti, al fatihah," kata Hidayat menambahkan.
Doa dan harapan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid mengawali Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerja sama MPR dengan Yayasan Amal Mulia Jagakarsa, Jakarta Selatan. Acara tersebut berlangsung di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (4/12/2021) malam.
Hadir dalam acara tersebut, Ketua Gema Keadilan DKI Jakarta H. Ahmad Rachmawan, M.Si, Ketua Yayasan Amal Mulia Cipedak Barmansyah, ST, serta Ketua Kuliah Subuh Gabungan Jakarta Selatan, H. Madani Madali.
Pada kesempatan itu Hidayat menyorot soal pihak-pihak yang menjadikan tuhan, agama dan simbol-simbol agama menjadi bahan olok-olok dan lucu-lucuan. Mengolok-olok Tuhan, agama dan simbol-simbol agama, kata Hidayat adalah perbuatan yang bertentangan dengan dasar dan ideologi Pancasila.
Menjadikan Tuhan, agama dan simbol-simbol agama, menjadi bahan lucu-lucuan untuk mengundang tawa orang lain, berarti juga tidak menghormati para pendiri bangsa yang telah bermufakat untuk menerima Pancasila sebagai dasar dan ideologi Pancasila.
Padahal tokoh-tokoh bangsa dari unsur nasionalis religius maupun nasionalis kebangsaan bekerja keras untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Mereka juga terus berjuang, agar kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, tidak jatuh kembali pada kolonialis Belanda maupun cengkeraman komunisme dan liberisme.
"Tokoh-tokoh dari nasionalis kebangsaan seperti, Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, hingga Mohammad Yamin, bersama tokoh nasionalis religius antara lain, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakir, Haji Agus Salim, dan Alexander Andries Maramis bermufakat menyangkut Pancasila dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau sekarang ada yang mengolok dan membuat kelakar kepada Tuhan, agama dan simbol-simbol agama, itu berarti dia tidak menghormati dan mengakui kesepakatan para pendiri bangsa. Mengolok dan menjadikan Tuhan, agama dan simbol agama sebagai bahan ketawaan, juga berarti tidak menghormati individu-individu para bapak bangsa," kata Hidayat menambahkan.
Padahal, perjuangan para Bapak Bangsa, tidak berhenti hingga Indonesia merdeka saja. Mereka terus berjuang mempertahankan kemerdekaan, dari upaya kembalinya penjajah. Juga dari pengkhianatan PKI.
"KH. Hasyim Asy'ari bersama KH. Wahab Khasbullah dan ulama-ulama lain di Jawa Timur mengumandangkan Resolusi Jihad yang menjadi pemicu masyarakat Jawa Timur melakukan perlawanan. Perlawanan para ulama dan santri terhadap upaya penjajah Belanda menguasai Indonesia diabadikan sebagai Hari Pahlawan 10 November, yang dikenang dengan pekik Allahu Akbar," kata Hidayat lagi.
Hidayat berharap, ke depan tidak ada lagi upaya memperolok Tuhan, agama maupun simbol-simbol agama. Karena sesungguhnya memperolok Tuhan, agama maupun simbol-simbol agama, berarti mentertawakan dasar dan ideologi negara. Juga menghina para pendiri bangsa," kata Hidayat lagi.
Pada kesempatan itu, Hidayat mengingatkan pesan Bung Hatta. Menurut Bung Hatta sila pertama Pancasila adalah sisi spiritual yang tidak tergantikan, dan tidak bisa digoyahkan. Sedangkan sila-sila lainnya adalah sisi-sisi kehidupan menyangkut berbagai sektor, ekonomi, budaya, sosial, dan politik. (*)