Bamsoet: Indonesia harus Antisipatif dan Hati-hati di Tengah Ketidakpastian Global
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta Indonesia bersama komunitas global harus mengantisipasi dampak buruk lanjutan dari konflik Rusia dan Ukraina.
Editor: Content Writer
Para ekonom pemerintah memperkirakan kuartal II-2022 akan tetap tumbuh di atas 5 persen. Menguatnya konsumsi rumah tangga, meningkatnya mobilitas masyarakat,pertumbuhan ekspor serta efektivitas pengendalian Covid-19, menjadi faktor penggerak pertumbuhan. Nilai ekspor Indonesia tahun 2021 mencapai 88,29 miliar dolar AS, naik 43,56 persen dari tahun sebelumnya.
"Pertumbuhan yang impresif itu hendaknya tidak membuat masyarakat lengah. Dinamika global tahun mendatang belum tentu lebih baik dari tahun ini. Sebagaimana sudah dikemukakan Presiden, Pemerintah terus membarui perhitungan atas APBN tahun 2023, dan berharap ada tambahan kekuatan untuk menambah dana bagi program jaring pengaman sosial yang diwujudkan dengan subsidi BBM, LPG dan listrik," jelasnya lagi.
Sebagai bagian dari langkah antisipatif, Presiden pun telah menginstruksikan ekonom pemerintah melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap APBN 2023.
Stress test perlu dilakukan dengan asumsi dinamika global masih berselimut ketidakpastian. Stress test bertujuan mengukur daya tahan sistem keuangan menghadapi skenario yang buruk.
Stress test APBN 2023 itu pun hendaknya dipahami semua elemen bangsa untuk bersiap menghadapi situasi dunia yang semakin tidak menentu pada 2023 mendatang, utamanya saat menyikapi mahalnya harga komoditas pangan dan harga BBM.
Awal April 2022 lalu, Energy Information Administration (EIA) memperkirakan harga minyak mentah Brent sepanjang tahun 2022 ini bisa mencapai 98 dolar AS per barel, jauh di atas asumsi APBN 2022 yang 63 dolar AS per barel.
Jika kenaikan harga minyak dunia semakin tinggi, kemampuan fiskal yang memang sudah cukup terbatas untuk menyediakan tambahan subsidi guna meredam laju inflasi, menjadi semakin berat. Untuk mengantisipasi kemungkinan itu, pemerintah perlu mempertimbangkan perubahan skema pemberian subsidi energi.
Misalnya, kalau selama ini subsidi berbasis pada komoditas dan bersifat terbuka, diubah menjadi subsidi langsung kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu. Acuannya adalah laporan BPS yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin per September 2021 sekitar 26,5 juta orang.
Memang, mengacu pada hasil survei Bloomberg, tingkat risiko resesi Indonesia relatif kecil, hanya tiga (3) persen. Jelas jauh lebih kecil dibandingkan risiko yang dihadapi negara lain.
Risiko AS mencapai 40 persen, Selandia Baru 33 persen, Korea Selatan 25 persen, Jepang 25 persen dan Tiongkok 20 persen. Kendati risiko yang dihadapi Indonesia relatif kecil, antisipasi potensi krisis ekonomi tetap perlu dipersiapkan sejak dini.
Ketidakpastian global saat ini diperparah oleh dampak buruk atau ekses perubahan iklim. Beberapa negara bahkan sudah menerapkan kebijakan yang protektif di sektor pangan dan energi.
Menghadapi kecenderungan itu, sektor pertanian tanaman pangan dalam negeri hendaknya segera diperkuat dengan kebijakan yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan mengurangi ketergantung pada impor. Misalnya, meningkatkan luas tanam sorgum di dalam negeri sebagai pengganti gandum impor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.