Luncurkan Dua Buku, Bamsoet Ingatkan Pentingnya Lawan Radikalisme dan Demoralisasi Bangsa
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam peluncuran dua bukunya mengingatkan pentingnya lawan radikalisme dan demoralilsasi bangsa.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan dua buku terbaru sebagai buku ke-23 dan buku ke-24 yang ditulisnya, yakni 'Indonesia Era Disrupsi; Utak Atik Politik Negara di Era Disrupsi dan Pandemi', serta 'Vaksinasi Ideologi Empat Pilar; Melawan Radikalisme dan Demoralisasi Bangsa'.
Kedua buku tersebut merupakan buah pikirannya atas berbagai perkembangan yang dihadapi bangsa Indonesia selama setahun terakhir.
"Saya menyadari, kedua buku ini hanya menangkap sebagian dari begitu banyak aspek dan dimensi yang penting untuk kita pahami dan sikapi, khususnya terkait fenomena dan dampak dari era disrupsi, serta upaya mencegah radikalisme dan demoralisasi bangsa. Melalui kesempatan berbahagia ini, saya juga ingin mengingatkan bahwa tahun depan, kita sudah semakin dekat dengan kontestasi politik menjelang Pemilu 2024," ujar Bamsoet saat meluncurkan kedua bukunya, di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
"Saya berharap, di tengah kontestasi politik, kesadaran dan komitmen kebangsaan kita tetap terpelihara. Meskipun berangkat dengan beragam warna politik, namun muara akhir dari kontestasi politik yang kita jalani hanyalah satu, yaitu terwujudnya pemerintahan negara yang mampu melindungi seluruh rakyat, memberikan rasa aman, dan mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan," lanjutnya.
Turut hadir para pimpinan MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Yandri Susanto, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad; pimpinan DPD RI antara lain Sultan Baktiar Najamudin dan Letjen TNI Mar (Purn) Nono Sampono; Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi; Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo; Sekjen Partai Hanura Kodrat Shah; Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan; mantan Wakapolri Komjen Pol (purn) Nanan Soekarna; dan tokoh pengusaha nasional Setiawan Djodi.
Hadir pula para intelektual yang menjadi narasumber bedah buku, antara lain Anggota DPD RI sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Prof. Jimly Asshiddiqie; Rektor IPB University Prof. Arief Satria; Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa; serta pengamat marketing Edo Lavika.
Prof. Jimly Asshiddiqie menjelaskan, latar belakang Bamsoet sebagai wartawan menjadikannya akrab dengan buku dan aktifitas baca tulis. Dirinya menekankan, bahwa reading society dan writing society sangat dibutuhkan untuk memajukan peradaban sebuah bangsa.
"Kata serta tulisan yang mengandung refleksi dan aksi dapat merubah sebuah keadaan. Saya berharap berbagai pemikiran Pak Bamsoet, yang diterjemahkannya dalam tulisan di kedua buku ini, bisa menggugah kita semua untuk mengubah keadaan. Khususnya dalam menghadapi disrupsi dan melawan radikalisme," jelas Prof. Jimly Asshiddiqie.
Prof. Arif Satria menerangkan, sejarah dunia membuktikan bahwa setiap terjadi disrupsi selalu menguji sejauh mana manusia mampu memiliki kecepatan belajar. Sehingga tidak jarang disrupsi justru melahirkan inovasi. Perang dunia kedua, misalnya, menghasilkan mesin jet, penisilin, hingga mesin komputer.
"Dalam kedua bukunya ini, Pak Bamsoet menekankan bahwa dalam menghadapi disrupsi maupun melawan radikalisme, harus dimulai dengan revolusi mindset. Sehingga menjadikan kita sebagai bangsa yang optimis. Bangsa yang tidak hanya menunggu atau mencari kesempatan, melainkan menjadi bangsa yang menciptakan kesempatan. Karena jika hanya menunggu akan berakhir dengan harapan, mencari akan berakhir dengan ketidakpastian. Sedangkan jika menciptakan, akan berakhir pada keberhasilan," terang Prof. Arif Satri.
Sementara, Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, berbagai data yang termuat dalam kedua buku Bamsoet disajikan secara realtime. Tidak terlalu jauh antara fenomena yang dirasakan masyarakat dengan berbagai hal yang dituliskan. Sehingga tulisannya masih hangat untuk dibaca, berguna bagi bangsa Indonesia untuk saat ini maupun ke depan.
"Seharusnya para ekonom juga menulis seperti Pak Bamsoet. Kejadian krisis 1998 maupun krisis 2008, misalnya, seharusnya pada waktu itu bisa langsung ditulis, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita. Melalui kedua bukunya ini, Pak Bamsoet memperlihatkan kepada kita tentang pentingnya mendapatkan data secara cepat, menganalisis data secara tepat, serta menyajikannya dalam tulisan yang enak dibaca. Bahkan dalam menyampaikan kritikan (unek-unek) didalam bukunya ini, Pak Bamsoet bisa menuliskannya secara elegan. Kedua buku ini bisa menjadi pegangan, apabila di masa mendatang kita menghadapi disrupsi maupun mencari cara melawan radikalisme, bisa langsung melihat jurusnya di dalam buku ini," pungkas Purbaya. (*)