Ketoprak Din Syamsudin Kocok 1.200 Perut Warga Yogya
Meski hanya berlatih satu kali, Din Syamsuddin berhasil mengocok perut warga Yogyakarta lewat perannya di acara pagelaran ketoprak.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Juang Naibaho
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Meski hanya berlatih satu kali, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, berhasil mengocok perut warga Yogyakarta lewat perannya di acara pagelaran ketoprak di Taman Budaya, Yoyakarta, Selasa (6/7/2010) malam.
Din mementaskan Ketoprak dengan lakon Pletheking Suryodadari atau Sang Surya Bersinar, sebagai Ki Pamungkas, yang memainkan karakter penyejuk dan pendamai masyarakat lewat ajaran Muhammadiyah.
Pagelaran ketoprak yang diselenggarakan dalam rangka menyemarakkan Muktamar Seabad Muhammadiyah itu, diilhami semangat Ahmad Dahlan dalam mendidik murid-muridnya, yaitu semangat cinta kasih, tolong menolong, dan memberi kepada yang tidak mampu.
Hebatnya dalam pementasan seni itu, Din yang merupakan pria kelahiran Sumbawa Besar NTB, 31 Agustus 1958 itu berperan sebagai pemain utama, Ki Pamungkas, dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini merupakan penampilan perdana Din di depan masyarakat umum.
Bersama pelawak ternama Srimulat, seperti Marwoto, Den Baguse Ngarso, Yati Pesek, Yu Beruk, Tarzan, dan beberapa artis Yogya lainnya, Din yang mengenakan pakaian sorjan, blankon, dan make up, mementaskan Ketoprak dengan lakon Pletheking Suryodadari. Bahkan, Wali Kota Yogyakarta sekaligus Ketua Panitia Muktamar Seabad Muhammadiyah, Herry Zudianto, dan jajaran staf Pemkot Yogyakarta ikut serta meramaikan pementasan ketoprak ini.
Ketoprak Pletheking Suryodadari yang dikomando sutradara ketoprak kawakan, Nano Asmorodono, berhasil membuat sekitar 1.200 warga Muhammadiyah dan warga Yogyakarta terpingkal-pingkal.
Cerita bermula saat seorang wanita yang diperankan oleh Yati Pesek menjadi pembantu seorang majikan yang semena-mena. Yati Pesek yang masih mempunyai hutang dengan majikannya, terpaksa kabur karena tindakan sang majikan.
Yati Pesek pun bergabung dengan kelompok pengajian, yang didominasi anak yatim piatu. Rupanya, si majikan dengan centeng-centengnya masih saja mencari-cari Yati Pesek. Yati Pesek yang memang pelawak Sri Mulat membawakan perannya dengan ciri khawas Srimulat yang tentu membuat penonton tertawa.
Sejumlah orangtua di pengajian itu, yang di antaranya diperankan Marwoto tak sabar ingin menghajar si majikan yang semena-mena tersebut.
Saat itu, Din dengan sosok Ki Pamungkas datang bersama abdinya yang diperankan Tarzan, berusaha menengahi perselisihan kedua kelompok. Din yang meruapakan orang asli Sumbawa berusaha membawakan perannya dengan bahasa Jawa halus "Kromo Inggil".
Tapi, tetap saja, justru upaya Din tersebut menjadi bahan ledekan dan tawaan penonton. Karena, bahasa Jawa yang diucapkan terdengar kaku. Bahkan, Din sempat beberapa kali membuka kertas contekan skrip naskah bahasan Jawanya. "Aku sibuk ceramah ke Mataram, Cirebon, pelosok-pelosok, pokoknya untuk Islam," ujar Din dengan bahasa setengah Jawa.
Dasar mulut pelawak, Marwoto langsung membalas kalimat Din dengan ledekan. "Oh rupanya, pak Din bekas kernet juga yoh," sergah Marwoto, yang membuat penonton terpingkal-pingkal.
Akhir cerita, Din dengan jiwa kepemimpinannya menggunakan cara-cara Islam, seperti menggunakan Surat Al-Ashr, mampu mendamaikan kedua kelompok.
Selesai acara, puluhan penonton langsung memburu Din ke atas panggung untuk foto bersama. Din pasrah dengan puluhan penonton yang ingin mengabadikan foto dengannya.
Sejumlah penonton yang ditemui Tribunnews.com, mengaku puas dan salut menyaksikan Din memainkan tokoh Ki Pamungkas di pagelaran ketoprak itu. Apalagi, Din bisa memainkan perannya sekitar satu jam di atas panggung. "Enggak nyambung. Pesannya spontannya. Agak kaku. Tapi, suaranya agak lucu," ujar seorang muktamirin, Ridwan.
"Karena enggak fasih, logat Jawanya belum mirip orang Jawa. Tapi, cukup lucu juga, kok dia mau mainkan peran pakai bahasa Jawa. Saya puas sekali," ujar warga asli Yogykarta, Suparjiran, seusai pagelaran ketoprak selesai.
Menurut karyawan Taman Budaya, Sarno, pihaknya mempersilakan sekitar 100 orang masuk tanpa tiket, karena memang tiket sudah habis terjual. "Kapasitas di sini cuma 700. Yah, mau apalagi, ini kan juga ibadah," ujar Sarno.
Parkiran Taman Budaya penuh. Bahkan, separuh badan Jalan Sri Wedari di depan Taman Budaya, terpaksa dimanfaatkan sebagai tempat parkir penonton.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.