Arus Laut Pengaruhi Musim Tanam
Tahukah anda, sifat air laut sama dengan udara? Keduanya mirip. Kalau sirkulasi udara di daratan bergerak...
Editor: Tjatur Wisanggeni
TRIBUNNEWS.COM, BALI -- Tahukah anda,
sifat air laut sama dengan udara? Keduanya mirip. Kalau sirkulasi udara
di daratan bergerak dari tekanan udara tinggi ke takanan rendah,
sedangkan di laut, air bergerak dari lokasi yang kadar garamnya tinggi
ke lokasi kadar garam rendah.
"Dan pergerakan arus laut seperti ada saklarnya. Kalau kadar
garamnya tinggi betul, arus air laut akan sangat cepat berputar. Tetapi
ketika sampai pada kadar garam rendah dia akan berhenti, seakan-akan
saklarnya di-switch off," ujar Dr Daniel Murbiyarso, ilmuan senior
Center for International Forestry Research (CIFOR) di sela-sel acara
konferensi ilmiah Association for Tropical Biology and Conservation
(ATBC) 2010 di Bali.
Daniel mengatakan, pengamatan air laut sama dengan pengamatan udara
di darat. Kalau di darat disebut metrologi, pengamatan laut dilakukan
oceanografi. Dia mengatakan, di Indonesia dikenal Arus Utama Air Laut
Indonesia (Arlindo) yang bergerak antara lain di selat Makassar,
perairan antara Pulau Kalimantan
dengan Sulawesi.
Setiap pergeseran arus laut, membawa kadar garam yang tinggi ke
lokasi lebih tawar, dan ini mungkin jadi mengganggu biota setempat. Dan
pergeseran arus laut juga, memengaruhi iklim di darat. Semakin tinggi
kadar garamnya, biasanya atmosfer di daratan pun meningkat.
Akibat lebih jauh, terjadi pergeseran musim. Di Pulau Jawa dan
Indonesia, lazimnya musim menanam padi sekitar April, tetapi belakangan
bergeser ke bulan Juni. Padahal beberapa dekade silam, Juni selalu musim
kemarau. Karena terjadi perubahan ini, dia menganjurkan, oceanografi
dan metrologi mestinya dikawinkan, dipasangkan, sehingga pengamatan arus
laut dan udara dapat sejalan.
Catatan lainnya dari
Daniel terkait air laut adalah mengenai perubahan penggunaan lahan.
Ulah manusiatelah mengubah penggunaan lahan dan permukaan tanah. Hutan dibabat untuk lahan
pertanian, lahan perkebunan, atau untuk industri kayu, pertambangan,
kawasan perumahan dan lain sebaigainya.
Dengan perubahan lahan, hutan menjadi sedikit. Ketika sungai-sungai
mengerim atau airnya berkurang, pasokan air tawar ke laut menjadi
berkurang, tentu memengaruhi tingkat kadar garam air lauat secara
keseluruhan. Dan ini juga akan berpengaruh terhadap perubahan iklim
untuk jangka panjang.
Konferensi ilmiah Association for Tropical Biology and Conservation
(ATBC) 2010 dilaksanakan di Sanur Beach Hotel, Denpasar, Bali, 19 - 23 Juli. Konferensi
diikuti sebanyak 900 ilmuwan dari 60 negara, dan 300 ilmuwan di antaranya berasal
dari Indonesia. Partisipannya ada juga dari kalangan mahasiswa, dan
akativis prolingkungan hidup.
ATBC merupakan organisasi profesi internasional terbesar di dunia
dalam hal biologi dan pelestarian alam tropika. ATBC dibentuk tahun 1963
untuk misi memberdayakan riset serta memfasilitasi pertukaran
pemikiran di bidang biologi dan lingkungan tropika.
Konferensi ATBC 2010 mengangkat tema Keanekaragaman Hayati Tropika:
Menghadapi Krisis Pangan, Energi, & Perubahan Iklim. Bertindak
sebagai tuan rumah, Universitas
Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
serta didukung oleh 12 organisasi lainnya di antaranya Center for
International Forestry Research (CIFOR).
Deklarasi yang akan dihasilkan dalam pertemuan itu akan menjadi
masukan bagi berbagai konvensi internasional yang ujungnya akan menjadi
acuan bagi setiap negara dalam membuat undang-undang ataupun peraturan
di negara masing-masing, tentang keanekaragaman hayati. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.