Kisah Mbah Untung Ganyang Malaysia
Mbah Untung si tukang pijit di Tiban Taman Sari, Batam itu kini makin laris pasien yang patah tulang maupun sakit fisik lainnya.
Penulis: Iswidodo
Mbah Untung (68) memang sudah tua, tapi masih kuat dan teliti untuk memijit pasien yang patah tulang atau keseleo. Orang tidak menyangka bahwa ia waktu masih muda turut "mengganyang" Malaysia.
Tahun 1963, banyak pemuda, tidak hanya tentara sudah disusupkan ke Malaysia untuk persiapan pengganyangan atas instruksi langsung dari Presiden Soekarno.
Tugas Mbah Untung memang tidak memanggul senjata, tapi mempersiapkan logistik baik peralatan perang maupun bahan makanan dan perlengkapan lain untuk mensuplai para pejuang yang sudah masuk ke daratan Malaysia, kala itu.
Menurut kesaksian Mbah Untung beberapa waktu lalu, lima hari sebelum meletus G30SPKI di Jakarta yang ditandai dengan pembunuhan banyak Jenderal, sebenarnya persiapan ganyang Malaysia sudah siap.
"Saya sudah menanam ranjau di mana-mana bersama ribuan tentara yang sudah masuk ke Malaka (Malaysia). Waktu itu saya sebelumnya dikirim lewat Tanjungpinang (ibukota provinsi Kepri) saat ini untuk kemudian menyeberang ke pulau Sambu (dekat Batam). Dari pulau kecil itu rombongan dikirim ke laut dekat Malaysia kemudian berenang ke darat beberapa ratus meter. Terus berpencar mencari sasaran tepat sesuai komando," papar Mbah Untung sambil duduk di rumah kayu yang sederhana, terletak terpisah dari komplek perumahan.
Ketika terjadi kasak kusuk untuk segera meledakkan ranjau dan penyerbuan, tiba-tiba ada perintah dari Jakarta agar semua pasukan di daratan Malaysia membatalkan "ganyang" Malaysia. Semua pasukan ditarik alias dibatalkan pengganyangan kala itu.
"Jika instruksi ganyang Malaysia sudah dikeluarkan pasti perintah dilaksanakan. Saat itu Malaysia tinggal selangkah lagi sudah dikuasai Indonesia. Tiba-tiba Jakarta meletus PKI dan semua pasukan ditarik ke Jakarta lagi," ujarnya..
Apakah Mbah Untung, sukarelawan dan para tentara waktu itu menyesal tidak jadi ganyang Malaysia? kata Mbah Untung tidak menyesal. "Semua bergerak atas perintah dari komandan. Tidak ada yang memutuskan untuk melangkah sendiri. Dan saya tidak tahu ranjau-ranjau yang sudah ditanam itu sekarang seperti apa," tambah Mbah Untung lagi.
Apakah Mbah Untung dapat penghargaan atau menjadi veteran dapat pensiun? Tidak. Karena Mbah Untung tidak mau diangkat menjadi Kopral padahal anggotanya waktu itu banyak dan berada di bawah komandonya malah mendapat pangkat lebih tinggi.
Hal itu membuat Mbah Untung untuk memilih menjadi rakyat biasa walau jiwa nasionalismenya tetap membara. Ia pun tidak ingin dikenal atau tidak mau menjadi terkenal. Memilih untuk andap asor (merendahkan diri dan mawas diri) dari keramaian. Ia pun mengaku masih sanggup untuk diajak berperang walau kini usianya sudah uzur. (*)