Presiden SBY: Jakarta Sudah Tak Ideal
Presiden SBY kembali mewacanakan perlu tidaknya memindahkan ibukota negara dari Jakarta.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Prawira
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden SBY kembali mewacanakan perlu tidaknya memindahkan ibukota negara dari Jakarta.
"Kalau kita jujur, objektif, jernih berfikir. Memang, Jakarta baik sebagai ibukota negara sekaligus pusat pemerintahan, sekaligus sebagai pusat perdagangan, pusat ekonomi dan lain-lain aktivitas, tidak lagi ideal," kata Presiden di Istana Negara di depan para pimpinan media massa, Rabu (8/9/2010) malam.
Pasalnya, kata Presiden, rasio manusia dengan lingkungan sudah tidak sesuai. Biasanya, sambung Presiden, luas wilayah satu hektar, jumlah manusianya kurang dari seratus orang.
Jakarta, 250 orang.
Prasarana jalan, lanjutnya lagi, rasionya juga sungguh tidak memadai. Tiap tahun kita punya kendaraan roda dua dan roda empat, kenaikkannya bisa sepuluh sampai 15 persen. Sementara panjang jalan di Jakarta, hanya 0, 01 persen.
"Bisa diperkirakan 10 tahun dari sekarang, 20 tahun dari sekarang. Kemudian juga drainase sistem, kemudian juga lingkungan, belum position daerah bangunan yang tidak lagi memenuhi sarat bagi sebuah lingkungan yang baik," ujarnya.
Presiden kemudian mengungkapkan, ada tiga opsi yang kini sedang dipertimbangkan. Yang kemudian salah satunya harus ada keputusan bersama, solusi bersama. Rencana strategis, tidak lagi tambal sulam, tidak lagi mengatasi masalah jangka pendek, tetapi, diharapkan (keputusan bersama) menjangkau waktu 10 hingga 40 tahun mendatang. Untuk menjemput Indonesia yang terus berkembang dalam dasawarsa mendatang.
Opsi pertama adalah, tetap mempertahankan Jakarta sebagai ibukota seperti sekarang ini. "Kalau itu yang kita pilih, masalah lalulintas, kemacetan yang sangat mengganggu, selebihnya menambah prasarana, dan ini dan itu, membangun transportasi di bawah tanah, di atas tanah, di atas permukaan. Banyak sekali yang kita bisa lakukan," papar Presiden.
Opsi kedua, bila dipilih adalah membangun ibukota yang baru (new capital yang disebut Presiden, mencari Jakarta yang lain. Opsi yang ketiga, mengambil contoh seperti Malaysia.
Ibukota Malaysia tetap Kuala Lumpur, tetapi pusat pemerintahan adalah Putra Jaya yang dibangun selama 15 tahun.
"Kalau andaikata kita membangun pusat pemerintahan yang baru, maka, kita pastikan betul-betul di design dan direncanakan dengan baik. Yang direncanakan dengan paripurna dan memang diperlukan waktu," ujarnya seraya menjelaskan, saat ini sudah dibentuk tim kecil untuk mengkajinya.
"Ini (memindahkan ibukota) memerlukan kesepakatan bersama.Tidak bisa dengan keppres, tidak bisa dengan begitu saja, karena akan menyedot anggaran yang begitu besar," imbuhnya. (tibunnews/yat)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.