Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isi Lengkap Pidato Habibie yang Memukau

TRIBUNNEWS.COM, - Usia Bacharuddin Jusuf Habibie sudah menginjak 75 tahun. Tapi orang harus mengakui, pidatonya memukau khalayak

Penulis: Y Gustaman
Editor: Yulis Sulistyawan
zoom-in Isi Lengkap Pidato Habibie yang Memukau
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Presiden BJ.Habibie, menyampaikan pidato saat acara peringatan hari lahir Pancasila yang jatuh setiap tanggal 1 Juni, di Gedung Nusantara IV, komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/6/2011). Hari Lahir Pancasila diperingati untuk mengingatkan masyarakat bahwa bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai luar biasa sebagai penangkal globalisasi. (tribunnews/herudin) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yogi Gustaman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usia Bacharuddin Jusuf Habibie sudah menginjak 75 tahun. Tapi orang harus mengakui, pidato Presiden ke-3 Republik Indonesia mampu memukau khalayak yang hadir dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, Ketua MPR Taufiek Kiemas dan pejabat negara lainnya.

Pidato kebangsaan Habibie mendapat respon luar biasa. Cara berpidatonya lugas, jernih dan pada pokok persoalan posisi Pancasila kekinian.

Usai memberikan pidato selama 30 menit itu, Habibie mendapat standing ovation dari semua hadirin. Berikut isi lengkap pidato Habibie.

Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Yth. Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono,Yth Presiden ke-5, Ibu Megawati SoekarnoputriYth. Para mantan Wakil Presiden. Yth Pimpinan MPR dan Lembaga Tinggi Negara lainnya, Bapak-bapak dan Ibu-ibu para anggota MPR yang saya hormati, Serta seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai. Assalamu ‘alaikum wr wb, salam sejahtera untuk kita semua.

Hari ini tanggal 1 Juni 2011, 66 tahun lalu, tepatnya 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia Merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Berita Rekomendasi

Selama 66 tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap zaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.

Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah Pancasila kini berada?

Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?

Para hadirin yang berbahagia,

Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain: (1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya; (2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM); (3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas