BPK Akui Tidak Bisa Menembus Kasus Bank Century
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan(BPK), Hadi Purnomo mengakui pihaknya tidak bisa menembus apa yang diminta DPR terkait kasus skandal Bailout
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan(BPK), Hadi Purnomo mengakui pihaknya tidak bisa menembus apa yang diminta DPR terkait kasus skandal Bailout Rp 6,7 Trilliun Bank Century. BPK menyerahkan kepada DPR untuk menindaklanjutinya.
"Kami akan bantu DPR sesuai dengan perundangan, yang penting BPK sudah katakan, sesuai peraturan kami tidak dapat menembus itu. Kami katakan, silakan mereka menembus. Kami serahkan DPR,"ujar Hadi di gedung DPR, Jakarta, Rabu(1/2/2012).
Menurut Hadi, pihaknya juga hanya mempunyai hasil tugas audit forensik yang sebelumnya dan diberikan ke Timwas tertanggal 30 Mei 2011.
"Kami harus kembali pada keputusan Timwas, ada-enggak seperti itu? Ternyata tanggal 30 Mei 2011, itu di kesimpulan nomor 2, dijelaskan audit forensik adalah tindak lanjut dari audit sebelumnya. Lanjutan. Itu definisi yang diberikan Timwas tanggal 30 Mei 2011. Kesimpulan nomor 2, yang tanda tangan ketua DPR selaku ketua timwas. Kami adanya (hanya punya) itu saja,"pungkasnya.
Akhir tahun 2011 lalu, BPK menyerahkan hasil audit forensik atas kasus Bank Century kepada DPR dan tiga instansi penegak hukum, yakni KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung. Hasil audit forensik itu menyimpulkan adanya 13 temuan dan dua informasi tambahan terkait aliran dana Bank Century.
Temuan BPK antara lain menyebutkan dana pencairan kredit kepada 11 debitur tidak digunakan sesuai peruntukan pemberian kredit. Hal itu diketahui setelah BPK memeriksa aliran dana 11 debitur terafiliasi yang menerima kredit Century sebesar Rp 808,52 miliar.
Namun DPR tidak puas atas hasil audit BPK tersebut, sehingga pada awal Januari 2012 Tim Pengawas Century DPR menyerahkan dokumen tambahan kepada pimpinan Komisi KPK, yaitu risalah percakapan Sri Mulyani dan Boediono menjelang pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP), dan pendapat ahli hukum pidana tentang kasus ini.