DPR: Pentingkan Retribusi, Kelayakan Kendaraan Terabaikan
Kalangan DPR RI menilai kecelakaan beruntun belakangan ini, menunjukkan ada problem serius terkait kelayakan kondisi angkutan umum.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan DPR RI menilai kecelakaan beruntun belakangan ini, menunjukkan ada problem serius terkait kelayakan kondisi angkutan umum. Sehingga selayaknya pemerintah harus melakukan audit terhadap kelayakan pelayanan angkutan umum.
"Seharusnya setiap kendaraan dipastikan layak jalan sebelum beroperasi. Selama ini yang dilakukan hanyalah melakukan retribusi," kata anggota Komisi V DPR M Arwani Thomafi, Sabtu (11/2/2012).
Dalam dua hari ini terjadi kecelakaan angkutan umum di Indonesia. Pertama, kecelakaan bus Sumber Kencono W 7503 UY, yang terjun ke sungai Glodok, Karangrejo, Magetan Jawa Timur. Kecelakaan yang terjadi pada Kamis (9/2/2012) tersebut menewaskan dua orang dan belasan korban mengalami luka. Sehari kemudian, kecelakaan terjadi di Cisarua, Puncak, Bogor Jawa Barat. Akibat rem blong, bus Karunia Bhakti Z 1795 DA menewaskan 14 orang dan mengakibatkan 40 orang luka-luka.
"Ini sudah kesekian kalinya bus terlibat kecelakaan dan menelan korban besar. Untuk itu, pemerintah harus berani mencabut izin trayek PO yang tak mampu memberikan keselamatan transportasi," tandasnya.
Sekretaris FPPP DPR ini mengatakan, pasal 141 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengamanahkan agar perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal.
"Standar tersebut meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan. Sementara dalam Pasal 138 disebutkan, pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum," terang Arwani.
Dalam UU tersebut juga diatur mengenai kewajiban melakukan uji kelayakan. Namun, dia melihat ada unsur kelalaian dalam pembinaan terhadap pengemudi maupun perawatan kendaraan.
"Jika persoalan ini tak segera diambil tindakan tegas, maka akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan manajemen transportasi publik. Ini menyangkut nyawa banyak orang. Oleh karena itu, jangan anggap sekadar kepentingan bisnis belaka," ujar Arwani.