Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Baru Kali Ini Presiden Indonesia Mengampuni Napi Narkotika

Menurut Yusril Ihza Mahendra, dalam sejarah RI, baru kali ini presiden memberikan grasi atau mengampuni pelaku kejahatan narkotika.

zoom-in Baru Kali Ini Presiden Indonesia Mengampuni Napi Narkotika
AFP

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi kepada narapidana narkotika, dinilai bukan langkah bijak dalam pemberantasan narkotika.

Menurut Yusril Ihza Mahendra, dalam sejarah RI, baru kali ini presiden memberikan grasi atau mengampuni pelaku kejahatan narkotika.

Pernyataan ini dilontarkan Yusril terkait pemberian grasi terhadap Schapelle Corby, terpidana kasus narkotika warga Australia.

"Presiden-presiden sebelumnya tidak pernah melakukan hal itu, baik terhadap napi WNI maupun napi asing," ujat Yusril dalam rilis yang diterima Tribun, Sabtu (26/5/2012).

Langkah presiden memberikan grasi, lanjutnya, juga bertentangan dengan kebijakan pengetatan atau moratorium pemberian remisi kepada napi korupsi, narkotika, terorisme, dan kejahatan transnasional terorganisasi, sebagaimana diatur dalam PP 28/2006.

"Moratorium pemberian remisi kepada napi saja sudah menghebohkan. Kini, presiden malah memberi pengampunan," imbuh Yusril.

Remisi, menurut Yusril, diberikan kepada napi karena kelakuan baiknya selama menjalani pidana. Jadi, semacam imbalan atas perubahan sikap napi.

Berita Rekomendasi

Sedangkan grasi adalah pengampunan yang diberikan atas dasar belas kasihan oleh seorang kepala negara.

Ketika menjadi menteri kehakiman, Yusril mengungkapkan, Presiden Prancis yang saat itu dijabat oleh Francois Mitterand, menulis surat kepada Pemerintah RI. Isinya, meminta agar Presiden Indonesia memberikan grasi kepada napi narkotika asal Prancis.

"Saya atas nama presiden, dengan tegas menolak permintaan itu," tuturnya.

Dua minggu kemudian, papar Ysril, Mitterand mengirim utusan khusus, yakni adik Pemimpin Libya Moammar Khaddafi, untuk menemuinya. Kala itu, sang utusan membawa pesan Mitterand yang sama.

"Saya tetap saja menolak permintaan itu. Saya katakan pada mereka, Presiden RI belum pernah memberi grasi dalam kasus narkotika kepada siapa saja. Saya heran, mengapa Presiden RI begitu lemah menghadapi permintaan Pemerintah Australia, sehingga dengan mudahnya mengampuni napi narkotika, yang dapat memberikan dampak buruk bagi harkat dan martabat bangsa," bebernya. (*)

BACA JUGA

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas