Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rahman Mansur: Ferry Yen Tak Berhubungan dengan FMPI

Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) diminta untuk memeriksa Rahman Mansur

zoom-in Rahman Mansur: Ferry Yen Tak Berhubungan dengan FMPI
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ditemani pengacara, tersangka kasus cek pelawat, Miranda Swaray Gultom memasuki gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jumat(1/6/2012). 

"Lagi sakit dia, enggak bisa ngomong, baru saja operasi, ya dek," kata istrinya.

Tribunnews.com sempat mendatangi Kantor PT BAS, di Jalan DC Mahakam Blok C No 14 Padang Golf, Polonia, Medan. Sekuriti yang ditemui Tribun mengakui Syaiful Anwar bekerja sebagai legal di perusahaan itu.

"Iya betul. Tapi ini kan hari Minggu, ya libur. Adek mahasiswanya ya," kata seorang Sekuriti ditemani tiga rekannya berbadan tegap. Tribunnews.com langsung pergi meninggalkan kantor tersebut.

Juru Bicara KPK Johan Budi saat dikonfirmasi mengakui tim penyidik kasus cek pelawat ini masih fokus untuk menuntaskan berkas Miranda.

"Sesuai keterangan pimpinan KPK, tim masih fokus ke Miranda. Saya belum tahu apakah tim akan memeriksa kantor First Mujur yang ada di Medan," katanya saat dihubungi, Sabtu. Ia mengaku belum tahu nama First Mujur sudah berubah jadi PT Barumun Agro Sentosa (BAS).

"Belum dikasih tim penyidik," kata Johan seraya meminta beberapa nomor kontak narasumber Tribunnews.com yang akan diberikan pada tim penyidik kasus ini.

Nama Suhardi alias Ferry Yen dan transaksi pembelian kebun sawit 5.000 hektare oleh FMPI pada 2004 berkali-kali diungkapkan mantan direktur perusahaan ini, Budi Santoso saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Berita Rekomendasi

Terakhir saat bersaksi terdakwa Nunun Nurbaitie Daradjatun di Pengadilan Tipikor Jakarta, 26 Maret 2012, Budi pada awal 2004, pemilik PT FMPI Hidayat Lukman atau Teddy Uban mengadakan perjanjian kerjasama dengan Suhardi alias Ferry Yen untuk membeli kebun sawit di Tapanuli Selatan, Sumut. Total pembelian kebun itu senilai Rp 75 miliar dengan luas lahan 5.000 hektare.

Dalam kerja sama ini, saham Hidayat 80 persen dan Suhardi 20 persen atau FMPI Rp 60 miliar dan Suhardi Rp 15 miliar. Pada 7 Juni 2004, Suhardi datang ke kantor PT FMPI untuk mengambil uangnya. Saat itu, ia ingin uang tersebut diberikan dalam berupa cek pelawat. Budi langsung memesan cek pelawat itu ke Bank Artha Graha. Tapi karena Bank Artha Graha tidak menjual cek pelawat, Bank Artha Graha pun memesan ke Bank Intenational Indonesia (BII).

Budi juga mengatakan uang pembayaran itu dilakukan melalui kredit. karena PT FMPI memiliki fasiilitas di Bank Artha Graha berupa revolving loan. Lalu cek itu diambil pada 8 Juni 2004 bersamaan dengan pelaksanaan fit and proper test pemilihan Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia. Pada 8 Juni siang itu, Budi menyerahkan 480 cek pelawat itu ke Suhardi alias Ferry Yen. Menurut Budi, transaksi penerimaan cek pelawat itu dilakukan di kantor PT FMPI di Gedung Artha Graha lantai 27. Setelah Suhardi alias Ferry Yan menerima cek pelawat itu, ia membuat tanda terima untuk cek tersebut dan kemudian ia bawa pulang.

Berita Terkait: Kasus Travel Cheque
Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas