Buron BLBI Sherny Hanya Dikawal Satu Polisi Indonesia
Sherny Kojongian (45) buronan Kejaksaan Agung yang ditangkap interpol San Fransisco, AS dikawal Brigjen Pol Arif Wicaksono.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Gusti Sawabi
Laporan wartawan tribunnews.com : Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sherny Kojongian (45) buronan Kejaksaan Agung yang ditangkap interpol San Fransisco, AS rencananya hanya akan dikawal satu orang polisi Indonesia Brigjen Pol Arif Wicaksono.
Demikian yang disampaikan Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/6/2012). "Dari kita hanya satu orang saja, karena kan ada juga dari pihak Imigrasi," kata Boy.
Disinggung mengenai teknis pemulangan Sherny, Boy mengaku belum mengetahuinya secara detail. "Nanti saja kalau yang bersangkutan sudah tiba di Banda Soekarno Hatta," ucap Boy.
Menurut Boy, pemulangan terpidana 20 tahun kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tersebut akan menggunakan pesawat umum bersama dengan penumpang-penumpang lain, pesawat Garuda dengan kode penerbangan GA 823.
"Iya dia menggunakan pesawat umum," ujarnya.
Sherny Kojongian rencananya tiba di Jakarta menggunakan Garuda Rabu (13/6/2012) pukul 08.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta.
Sherny kabur sebelum menerima putusan dengan sidang inabsentia, saat itu diputuskan bersalah dan harus menjalani 20 tahun hukuman penjara, bersama rekannya, Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing yang dihukum seumur hidup, dan Eko Edi Putranto yang juga dihukum 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus tersebut bermula dari penyimpangan yang dilakukan mantan komisaris Bank BHS Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing. Hendra Rahardja membawa lari uang nasabah setelah bank ini dilikuidasi 1 November 1997.
Kerugian yang ditimbulkan oleh mantan komisaris ini sebesar US$ 50 juta sampai US$ 200 juta. Selain Hendra Rahardja ada nama Sherny Kojongian dan Eko Edi Putranto. Kedua nama ini juga terpidana kasus korupsi Bank BHS dan keduanya juga melarikan diri ke Australia.
Eko Edi Putranto adalah anak Hendra Rahardja yang menjadi Direktur Bank BHS. Sherny Kojongian adalah komisaris Bank BHS selaku direktur kredit, pada 1992-1996.
Untuk kasus Eko dirinci bahwa Eko memberikan persetujuan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang ternyata fiktif. Kredit tersebut dilanjutkan oleh lembaga pembiayaan kepada perusahaan grup melalui penerbitan giro tanpa proses administrasi kredit yang tercatat. Selanjutnya beban pembayaran lembaga pembiayaan kepada BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan grup.
Dalam kasus Bank Harapan Sentosa ini dapat dilihat bahwa yang terjadi adalah kesalahan manusia dimana Hendra Rahardja, Eko Edi Putranto dan Sherny Kojongian melakukan korupsi dari dana likuiditas yang diperoleh dari Bank Indonesia. Dana tersebut seharusnya menjadi hak dari nasabah ketika bank ini dilikuidasi, namun ternyata di selewengkan oleh petinggi-petinggi bank ini.
baca juga: