Putusan Uji Materiil UU Pemilu ada Perbedaan Pendapat
Hari ini, Rabu (29/8/2012) Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan Uji Materiil Pasal 8 ayat (1) dan (2) serta Pasal 208 UU nomor
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Rabu (29/8/2012) Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan Uji Materiil Pasal 8 ayat (1) dan (2) serta Pasal 208 UU nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Namun, tidak semua hakim Mahkamah Konstitusi sepakat.
Hakim yang tidak sepakat dalam putusan tersebut yakni Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, khususnya pada Pasal 208 UU Pemilu tentang parliament Threshold yang menurut hampir semua hakim bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut Akil, penerapan model parliamentary threshold mengakibatkan terhambatnya saluran aspirasi dari kelompok minoritas dalam sistem bangunan kenegaraan Indonesia yang demokratis dan dijamin oleh UUD 1945.
"Atas dasar inilah, saya menyatakan pendapat berbeda," ujar Akil dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
Akil juga menimbang bahwa memperhatikan prinsip yang terkandung di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 pelaksanaan pemilihan umum yang berkualitas harus melibatkan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas dasar prinsip demokrasi yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Penerapan asas-asas pemilu, menurut Akil, harus menjadi landasan utama untuk dikembangkan dan diimplementasikan melalui Undang-Undang Pemilihan Umum dan diimplementasikan melalui Undang-Undang Pemilihan Umum sebagai dasar bagi pelaksanaan seluruh tahapan pemilihan umum agar dapat dipertanggungjawabkan.
Kesimpulannya, kata Akil, parliamentary threshold dalam sistem Pemilu Indonesia melanggar prinsip keterwakilan (representativeness), sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) dan ketidakadilan (injustice) bagi anggota partai politik yang sudah lolos pada perolehan suara di Pemilu legislatif, tetapi partainya terhambat untuk memperoleh kursi di parlemen yang diakibatkan berlakunya parliamentary threshold.
"Oleh karena itu, serupa dengan pendapat saya dalam Putusan Nomor 3/PUUVII/2009 bahwa model parliamentary threshold, sebagaimana diatur pada Pasal 208 UU 8/2012, dalam rangka penyederhanaan sistem kepartaian Indonesia adalah bertentangan dengan UUD 1945," kata Akil.
Baca Juga:
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.