Eva Kusuma Sebut Pasal Santet Kemunduran Hukum
Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mempertanyakan adanya pasal santet dalam RUU KUHP.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mempertanyakan adanya pasal santet dalam RUU KUHP. Ia menilai pasal tersebut mengikuti hukum diluar negeri.
"Aku ini sumpek, karena kok hukum Indonesia mengikuti Saudi yang masih percaya sihir dimana beberapa TKI diputus salah atas pengakuan orang lain (majikan) yang anaknya hilang, sakit akibat praktik sihir para TKI tersebut," kata Eva melalui pesan singkat, Kamis (21/3/2013).
Anehnya, kata Eva, anak majikan yang dikatakan hilang itu beberapa bulan kemudian kembali ke rumah. Namun, tidak ada kompensasi apapun atas kerugian yang dialami TKI. "Pasal ini rawan dimanipulasi masa Indonesia yang gampang dihasut dan disulut bahkan melalui peredaran sms," tutur anggota Komisi III itu.
Menurut Eva, pasal tersebut bukannya melindungi malah mengakomodasi mobilisasi kebencian. "Saya tidak percaya sistem hukum kita mampu memberikan keadilan pada minoritas, lihat saja kasus ahmadiyah, Pendeta HKBP yang dikriminalisasi polisi atas hasutan kelompok radikal," ungkapnya.
Eva mengungkapkan pasal santet lebih banyak kerugiannya dan memundurkan praktek hukum karena memfasilitasi irasionalitas. "Fungsi hukum untuk menstransformasi masyarakat gagal," tutur Eva.
Eva mengatakan secara teknis bukti formil mungkin bisa dipenuhi seperti fakta adanya paku, kawat di perut. "Tapi gimana materialnya? Terutama tentang pelaku, bahwa yang mengirim adalah X atu Y. Itu yang bikin gap sehingga rawan untuk kriminalisasi seseorang," tukasnya.