Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Hentikan Penunjukkan Langsung Pengerjaan Tol Trans Sumatera

Pemerintah diminta transparan dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang membentang dari Bakauhen-Hang Nadim Batam.

Editor: Yulis Sulistyawan
zoom-in Pengamat: Hentikan Penunjukkan Langsung Pengerjaan Tol Trans Sumatera
KOMPAS Images/ANDREAN KRISTIANTO
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta transparan dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang membentang dari Bakauheni hingga Bandara Hang Nadim Batam.

Untuk itu, pembangunan jalan tol yang akan memakai dana APBN hingga  Rp 330 Triliun itu harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua badan usaha milik negara (BUMN) dibidang konstruksi untuk dapat berpartisipasi melalui tender yang transparan.

Bukan justru melalui penunjukkan langsung yang rawan dengan manipulasi dan korupsi. Demikian halnya ketika jalan tol tersebut sudah selesai, pemerintah  harus memberikan kesempatan yang sama lewat tender kepada semua BUMN  untuk menjadi pengelola jalan tol tersebut.

“Tujuan dari pembangunan jalan tol trans Sumatera itu bagus, mempercepat pembangunan masyarakat dan daerah Sumatera. Tetapi niat yang baik itu harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan dengan cara cara yang penuh misteri, melanggar hukum dan peraturan yang berlaku saat ini," ujar praktisi hukum publik Feizal Syahmenan pada diskusi yang digelar Institute For Public Trust, Senin (25/3/2013) di Jakarta.

Menurut Feizal, penunjukkan langsung kepada satu perusahaan tertentu untuk membangun dan menjadi operator jalan tol Trans Sumatera  harus dihentikan. Alasannya, hal Itu bertentangan dengan hukum dan azas keadilan.

"Pemerintah harus memberikan kesempatan kepada semua pihak, baik badan usaha milik negara maupun swasta untuk ikut serta, lewat proses tender yang transparan. Apalagi pembangunan jalan tol ini menggunakan uang rakyat, dana APBN yang sangat besar, ratusan triliun," ujar Feizal.

Feizal tak bisa menerima alasan bahwa penunjukkan PT Hutama Karya (Persero) untuk membangun dan mengelola jalan Tol Trans Sumatra, karena tidak adanya badan usaha lain yang berminat, padahal sudah diadakan beberapa kali tender. Menurut Feisal pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar karena dalam kenyataannya  baru ruas Medan-Binjai dan Palembang-Indralaya yang sudah ditender, sedangkan ruas lainnya belum pernah ditender.

Berita Rekomendasi

 “Hanya ruas Medan-Binjai dan Palembang - Indralaya yang pernah ditenderkan dan memang tidak ada yang berminat, namun ketika tender dilakukan tidak ada skema dukungan pemerintah, artinya semuanya dana perusahaan. Jadi wajar bila tidak ada badan usaha yang berminat. Tapi bila tender disertai dengan dukungan pemerintah, akan banyak badan usaha yang berminat" ujar Feizal Syahmenan.

Lebih lanjut Feizal memberikan contoh, ruas Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi yang layak secara ekonomi namun  tidak layak secara finansial, ternyata pada saat ditenderkan, banyak perusahaan yang menyatakan minat. Dan saat ini telah pra kualifikasi dan sedang dalam tahap penawaran.

Ini karena Pemerintah memberikan dukungan berupa pembangunan sebagian ruas di Medan-Kualanamu. Skema tersebut berjalan dengan baik dalam bentuk kerjasama pemerintah swasta (KPS). Dengan skema ini, Pemerintah dapat manfaat yang maksimal karena diperoleh melalui skema tender yang transparan, kompetitif, dan terbuka.

"Skema yang sudah berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal ini harusnya tetap dijalankan, bukan justru malah diganti dengan penunjukan yang sarat dengan permainan dan kongkalikong karena melibatkan APBN" tegas Feizal.

Lebih lanjut, Feizal meminta, agar proses pembuatan peraturan presiden (Perpres)  yang akan menjadi payung hukum penunjukkan langsung PT Hutama Karya (Persero) sebagai pembangun dan pengelola jalan tol Trans Sumatra, segera di hentikan. Bila pembuatan Perpres tersebut dilanjutkan hanya akan membawa masalah di kemudian hari.

Ketua jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta,  Budi Kusuma menegaskan, permasalahan utama pembangunan jalan tol termasuk Tol Trans Sumatera adalah di pembebasan lahan, bukan di dana. Pembebasan lahan itu tidak akan sebentar.

Jika belum apa apa PT Hutama Karya (Persero) yang akan ditunjuk langsung melaksanakan pembangunan jalan tol tersebut sudah minta dana sebesar Rp 5 triliun, sementara waktu penyelesaiannya tidak dapat dipastikan, maka dana sebesar itu tidak jelas pemanfaatan dan pertanggungawabannya. Bahkan pemerintah masih akan terus menggelontorkan dana.

Karena itu, Budi Kusuma sependapat dengan Feisal Syahmenen, agar Pembuatan Peraturan Presiden yang akan digunakan sebagai payung hukum penunjukkan langsung PT Hutama Karya (Persero), segera dihentikan.  Sebab kalau diteruskan hanya akan melukai hati rakyat Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas