Pemerintah Tidak Bisa Hilangkan Otonomi Masyarakat
Upaya negara (pemerintah) untuk mengatur melalui UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Upaya negara (pemerintah) untuk mengatur melalui UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan di masa lalu (Orba) telah mereduksi dan mengecilkan keberadaan dan ruang gerak masyarakat sebagai sebuah kesatuan yang sebenarnya mempunyai otonomi tersendiri.
Demikian disampaikan Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2013).
Menurut Din Syamsudin, otonomi masyarakat merupakan tatanan yang asli dan eksis. Kalaupun berusaha dipinggirkan keberadaannya, kata dia, akan tetap ada.
"Oleh sebab itu kebijakan pembangunan hukum tidak boleh mengurangi apalagi menghilangkan tatanan otonomi masyarakat yang seharusnya eksistensinya ditempatkan berdampingan dengan negara," ujarnya.
Menurutnya, pada waktu-waktu tertentu, yaitu ketika kekuasaan negara melemah, maka kekuatan otonomi akan muncul menjadi penjaga dan mendayagunakan perannya untuk menjalankan tugas kemaslahatan umum, yang dibutuhkan adalah model pembangunan hukum (UU) yang bersifat responsif.
"Pembangunan hukum responsif diharapkan merupakan politik hukum yang mampu mendukung tujuan berbangsa dan bernegara dalam transformasi global, baik dalam skala nasional, regional maupun internasional."
Menurut Din Samsudin, politik pembangunan hukum nasional yang demikian diharapkan akan dapat menghasilkan produk hukum yang sesuai dengan cita kehidupan bangsa yang merdeka, berdaulat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya dalam kancah global.
Untuk itu, Din Samsudin menilai, Rancangan Undang Undang Organisasi Masyarakat atau RUU Ormas kurang tepat jika dilakukan saat ini, sebab adanya RUU tersebut justru akan melabrak otonomi masyarakat yang tergabung dalam bentuk ormas.
"Pembahasan RUU Ormas tidak urgent dan tidak diperlukan oleh masyarakat," ungkapnya.