Tribunnews.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Gerindra, Martin Hutabarat melihat pengeroyokan yang mengakibatkan tewasnya Kapolsek Dolok Pardamean Komisaris Polisi Anumerta Andar Siahaan sebagai cerminan meningkatnya budaya main hakim sendiri di masyarakat.

Karena, di saat Kapolsek Dolok Pardamean bersama 3 anak buahnya menangkap seorang juru tulis togel dari rumahnya di Desa Dolok Saribu, tidak ada penolakan atau reaksi melawan dari masyarakat di sekitar rumah tersangka yang ditangkap.

Dia tegaskan, mayoritas masyarakat mendukung langkah penegakan hukum yang dilakukan Polisi.

"Tetangga-tetangga tersangka pun tidak ada yang keberatan, apabila demi kepentingan penyidikan tersangka agen togel tersebut dibawa ke Polsek. Hal ini diungkapkan Kepala Desa Dolok Saribu, ketika berdialog dengan masyarakat di sana, saat saya selaku anggota DPR Komisi 3 mengunjungi Desa tersebut Sabtu 30 Maret," ujar Martin kepada Tribunnews.com, Jakarta, Selasa (2/4/2013).

Teriakan maling yang disuarakan isteri tersangka terhadap Kapolsek dan 3 anak buahnya lah yang memicu beberapa anak-anak muda di desa tersebut untuk menghubungi anak-anak muda di desa lain yang jaraknya 5 km, untuk menahan kenderaan yang membawa tersangka. Dan kesempatan inilah yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk menganiaya alm Kompol AY Siahaan hingga tewas.

"Meskipun mereka tahu bahwa orang yang dianiaya adalah seorang Kapolsek, dan bukan seorang maling," jelasnya.

Lebih lanjut Martin katakan, fenomena meluasnya budaya kekerasan di kalangan masyarakat ini perlu dievaluasi oleh pemerintah khususnya Polri kedepan. Pendidikan kesadaran hukum dalam bentuk penyuluhan-penyuluhan perlu lebih banyak diberikan kepada rakyat di pedesaan agar peristiwa naas yang dialami Kapolsek Siahaan tidak mudah terjadi.