PDIP: Mekanisme Pertanggungjawaban Komando Tetap Harus Diterapkan
Helmy menuturkan, aksi balas dendam yang dilakukan oknum Kopassus, adalah bentuk penerapan jiwa korsa yang salah.
Penulis: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim investigasi bentukan Mabes TNI menyebutkan sejumlah personel dari Grup 2 Kopassus Kartasura, Jawa Tengah, menyerang Lapas Cebongan Sleman, DIY.
Namun, mekanisme pertanggungjawaban komando (command responsibility) terhadap atasan oknum Kopassus, tetap harus diterapkan.
"Meski demikian, mekanisme pertanggungjawaban komando (command responsibility) terhadap atasan oknum Kopassus, tetap harus diterapkan," ujar anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi di Jakarta, (5/4/2013) kepada Tribunnews.com.
Karena, lanjutnya, bagaimana mungkin para pelaku bisa menguasai senjata dan tidak pulang ke markas di Gunung Lawu, tanpa pengawasan memadai dari komandannya.
Helmy menuturkan, aksi balas dendam yang dilakukan oknum Kopassus, adalah bentuk penerapan jiwa korsa yang salah. Karena itu, ia mengusulkan Mabes TNI melakukan pembenahan dalam pendidikan, training, dan doktrin prajurit Kopassus.
"Kalau pemahaman jiwa korsa termanifestasi dalam sikap salah, berarti ada yang salah dalam pembangunan etik dan tingkah laku prajurit," paparnya.
Meski demikian, anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi PDI Perjuangan, mengapresiasi hasil investigasi internal TNI. Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari reformasi internal militer yang nyata.
Karena itu, menurut Helmy, momentum ini harus dijadikan awal memutus praktik impunitas di tubuh TNI. Langkah nyatanya adalah membahas revisi UU Peradilan Militer.
"Selama ini para pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM yang terlibat dalam beberapa kasus seperti Semanggi, Trisakti, Aceh, Papua tidak ada yang dihukum memadai dan kerap lolos," keluh Helmy.
Proses peradilan yang menangani kasus ini, harapnya, kelak wajib memberikan efek jera bagi pelaku, serta bersifat independen dan fair. Sebab, aksi penyerangan ke Lapas Cebongan tidak spontan, melainkan terencana, karena ada rentang waktu antara insiden Hugos Cafe dan penyerangan lapas.
"Kita semua harus mengawal terus kasus ini, agar peradilan independen dan pelaku tidak dihukum ringan," ucap Helmy. (*)