Ini Alasan Ichsanuddin Noorsy Gugat APBN ke MK akan Kandas
Politik anggaran suatu negara menggambarkan keberpihakan terhadap kesejahteraan rakyat,
Penulis: Rachmat Hidayat
Baca juga : Effendy Choirie dkk Akan Gugat APBN ke MK
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Politik anggaran suatu negara menggambarkan keberpihakan negara yang bersangkutan terhadap kesejahteraan rakyat, ketimpangan sosial ekonomi dan kemandirian.
"Sejak Orde Baru berkuasa, sebenarnya APBN kita sudah masuk perangkap tekanan utang luar negeri (ULN). Dalam ilmu ekonomi, ini yang disebut dengan Fischer Paradox. Yakni, makin besar pembayaran pokok dan bunga ULN, makin besar jumlah ULN," ungkap ekonom yang juga pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy kepada Tribun, Senin (15/4/2013).
Perangkap ini, sambung Noorsy, memberi dampak berkepanjangan. Indonesia akhirnya dijajah baik langsung maupun tidak langsung oleh kekuatan organisasi multilateral atau bilateral yang mempunyai hak tagih atas ULN.
Dalam APBN Indonesia, imbuhnya, pembayaran pokok cicilan dan bunga terus membesar seiring dengan membesarnya ULN. Alokasinya mendekati 25 persen lebih, termasuk membayar bunga utang dalam negeri.
"Sementara alokasi lain adalah belanja pendidikan 20 persen dan transfer ke daerah sekitar 30 persen. Maka, yang tersisa adalah belanja modal 8-9 persen dan belanja pegawai. Dari politik anggaran seperti jelas APBN tidak berpihak dalam meningkatkan kesejahteraan, melahirkan kesenjangan, dan membuat ketergantungan pada ULN yang relatif tinggi," paparnya.
Hal seperti inilah yang bisa digugat ke MK. Menurutnya, bukan seperti yang disampaikan Kelompok Cipayung. Alasan gugatan dengan merujuk alokasi anggaran seperti di atas adalah bagaimana rakyat Indonesia menghadapi kenyataan fluktuasi harga sembako, enerji, dan akhirnya inflasi.
"Kenyataan ini membuktikan politik anggaran di lingkup stabilisasi harga tidak tercapai. Bahkan, jika masuk dalam lingkup distribusi belanja dan perencanaan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, juga tidak tercapai. Argumen untuk membuktikan seperti itu mudah sekali diperoleh," kata Noorsy.
Misalnya, sambungnya lagi, dengan merujuk indeks Gini yang makin meningkat, makin sedikitnya pemilik rekening di atas Rp 5 miliar namun menguasai jumlah nominal tabungan sebanyak 52 persen dari total tabungan, dan makin intensnya tingkat kejahatan dengan alasan ekonomi.
Semua argumen itu bisa dipakai untuk menyatakan bahwa APBN gagal mencapai sasaran.
Bahkan bertentangan dengan Kata Pembukaan UUD 1945 serta dengan pasal 23 UUD 1945.
"Gugatan untuk membatalkan APBN di MK sudah pernah dilakukan LSM lain, namun kandas karena MK menolak. Saya kira kali inipun akan akan kandas selama argumen ekonomi politik hukum tidak fokus dan rasional," kata Noorsy yakin.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.