MK Hapus Peran Pengadilan dalam Pembuatan Akte Kelahiran
Pengadilan kini tidak terlibat dalam proses pengurusan akta kelahiran. Hal tersebut menyusul dikabulkannya pengujian
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan kini tidak terlibat dalam proses pengurusan akte kelahiran. Hal tersebut menyusul dikabulkannya pengujian Pasal 32 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terkait proses pengurusan akte kelahiran yang melampaui satu tahun.
Pelayanan akte kelahiran dinilai rumit dan berbelit-belit akibat kelahiran yang terlambat dilaporkan kepada instansi pelaksana setempat yang melampaui waktu 60 hari kepengurusan hingga satu tahun dan harus dengan persetujuan kepala instansi pelaksana setempat.
MK membatalkan sejumlah frasa dan ayat dalam pasal tersebut yang sebelumnya melibatkan pengadilan.
"Kata 'persetujuan' dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'keputusan'," kata Ketua Majelis Hakim, Akil Mochtar, saat membacakan putusan di MK, Senin (30/4/2013).
Akil juga mengatakan bahwa MK juga membatalkan frasa 'sampai dengan satu tahun' dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi 'Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat'.
Selain itu, MK juga membatalkan keberadaan Pasal 32 ayat (2) yang mengatur pencatatan kelahiran yang melewati 1 tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
"Frasa 'dan ayat (2)' dalam Pasal 32 ayat (3) UU Adminduk juga bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Akil Mochtar.
Dalam pertimbangannya, MK mengutip pasal 28 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan pelayanan akta kelahiran merupakan kewajiban pemerintah di bidang administrasi kependudukan yang diselenggarakan dengan sederhana dan terjangkau.
"Akte kelahiran adalah hal yang sangat penting bagi seseorang. Dengan adanya akta kelahiran sesorang mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum karena dirinya telah tercatat oleh negara," ujar hakim anggota Maria Farida Indrati.
Dengan akta tersebut, lanjut Maria, akan menimbulkan kewajiban dan hak hukum, status peibadi, dan status kewarganegaraan seseorang.