RUU Komponen Cadangan Belum Diperlukan
RUU Komcad belum diperlukan, karena komponen utama, yaitu TNI yang profesional belum terwujud.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer Andi Wijoyanto berpendapat RUU Komponen Cadangan (Komcad) sebenarnya tak ada masalah, asal pemerintah dan DPR mampu meyakinkan 4 hal pada masyarakat.
"Yaitu RUU ini bukan militeristik, bukan untuk kepentingan politik 2014, dibutuhkan oleh TNI, dan untuk efesiensi," ujar Andi Wijoyanto, pengamat militer dari Universitas Indonesia dalam diskusi RUU Komcad bersama anggota Komisi I DPR RI Sidharto Danusubroto, dan Koordinator Eksekutif Kontras Haris Azhar di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Menurut Andi, dalam pembahasan RUU Komponen Cadangan, pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa Komcad itu bukan militeristik, tidak terkait dengan kepentingan politik 2014, benar-benar dibutuhkan oleh TNI, dan sebagai langkah efisiensi sumber daya manusia dan anggaran negara.
Diakui jika TNI memang menjadi komponen utama yang profesional, namun Komcad itu di mana-mana dibutuhkan. Hanya saja Komcad itu harus disiapkan 6 tahun sebelum perang, agar sipil benar-benar siap angkat senjata ketika terjadi perang.
“Yang jadi pertanyaan adalah kapan perang akan terjadi? Kan semua tidak tahu. Namun, negara harus menyiapkan Komcad,” tutur Andi.
Dalam sistim pertahanan negara lanjut Andi, pemerintah memang harus menyiapkan komponen utama (TNI), komponen cadangan, komponen pendukung, dan komponen unsur utama. Di mana pemerintahan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) gagal membentuk keempat komponen pertahanan tersebut.
“Padahal, dengan membentuk Komcad kerja sama dengan perusahaan, itu biaya pertahanan lebih murah dibanding membeli pesawat dan persenjataan yang baru,” ujarnya.
Sidharto menilai RUU Komcad belum diperlukan, karena komponen utama, yaitu TNI yang profesional belum terwujud. Dalam kondisi saat ini minimal alat utama sistem persenjataan (Alusista) TNI sebesar 20 persen dari kebutuhan maksimal. Tapi, kita baru memenuhi sepertiga (1/3) kekuatan TNI yang dibutuhkan.
“Bagaimana bisa menjadi TNI profesional dan survival, jika kekuatannya baru sepertiga?” katanya.
Sejauh itu menurut politisi PDIP itu, adanya pasal yang menyebutkan PNS, pekerja, dan buruh itu wajib militer, itu diskriminatif. Mengapa?
“Lalu, bagaimana dengan pengusaha, artis, politisi, wartawan dan sebagainya apakah mereka itu juga termasuk pekerja atau buruh?” Apalagi, pengendalian disiplin itu tak mudah. Disiplin TNI/Polri saja sulit, apalagi sipil,” kata Sidharto.
Haris mengatakan, dengan RUU Komcad itu maka akan ada tentara di mana-mana. Ini juga menunjukkan jika pemerintah selama ini gagal memperbaiki dan menjadikan TNI profesional.
“TNI- nya yang mesti dibangun lebih baik dan profesional. Dan, kenapa harus PNS, pekerja, dan buruh? Bagaimana dengan kelompok intelektual? Atau ada ketentuannya akan diatur kemudian?” katanya.